1.
Sejarah HAM
(Hak Asasi Manusia) di Indonesia
Sejarah perkembangan hak asasi
manusia (HAM) di Indonesia sudah ada sejak lama. Indonesia adalah negara
berdasarkan hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan, hal ini dapat kita lihat
dengan tegas di dalam penjelasan UUD tahun 1945. Dalam negara hukum mengandung
pengertian setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum,
tidak ada satu pun yang mempunyai kekebalan dan keistimewaan terhadap hukum.
Salah satu tujuan hukum adalah
untuk menciptakan keadilan di tengah-tengah pergaulan masyarakat, sedangkan
keadilan adalah salah satu refleksi dari pelaksanaan hak asasi manusia dan
hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia.
Keterkaitan antara hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat,
karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia adalah masuk ke dalam persoalan
hukum dan harus diatur melalui ketentuan hukum.
Dalam negara kesatuan RI sumber
dari tertib hukum adalah Pancasila artinya dalam pembuatan suatu produk hukum
haruslah berlandaskan dan sesuai dengan kaedah Pancasila. Sebagai suatu
falsafah bangsa Pancasila juga memberikan warna dan arah, bagaimana seharusnya
hukum itu diterapkan pada masyarakat sehingga terciptanya suatu pola hidup
bermasyarkat sesuai dengan hukum dan Pancasila.
Mengenai persoalan hak asasi
manusia dalam pandangan Pancasila bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan
ditempatkan dalam keluhuran harkat dan martabatnya dengan kesadaran mengemban kodrat
sebagai mahluk individu dan mahkluk sosial yang dikaruniai hak, kebebasan dan
kewajiban asasi di dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat
haruslah mewujudkan keselarasan hubungan:
- Antara manusia dengan
penciptanya.
- Antara manusia dengan
manusia.
- Antara manusia dengan
masyarakat dan negara.
- Antara manusia dengan
lingkungannya.
- Antara manusia dalam hubungan
antar bangsa.
Maka dapat dilihat kritetia hak
asasi manusia menurut Pancasila adalah hak dan kewajiban asasi manusia, dimana
hak dan kewajiban asasi ini melekat pada manusia sebagai karunia Tuhan yang
mutlak diperlukan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara
berdasrkan Pancasila dan UUD tahun 1945.
Di samping Pancasila sebagai
landasan filosofis, perlu dilihat UUD tahun 1945 sebagai landasan
konstitusional. Dalam membicarakan UUD tahun 1945 haruslah melihat secara
keseluruhan artinya melihat UUD tahun 1945 dari pembukaan, batang tubuh dan
penjelasannya. Pembukaan UUD tahun 1945 merupakan sumber motivasi, sumber
inspirasi cita-cita hukum, cita-cita moral sebagai staatsfundamental norm
Indonesia.
Thomas Hobbes mengatakan bahwa
“setiap bangsa cenderung mempertahankan kehidupannya, sehinggga semua kegiatan
manusia dan masyarakat manusia digerakkan oleh naluri dasar untuk
mempertahankan hidup serta harkat dan martabatnya sebagai manusia dan bangsa”.
Pandangannya ini sesuai dengan bangsa Indonesia yang telah menentukan jalan
hidupnya sendiri sejak tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak sejarah dan
indikasi bahwa Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan
Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan berperan aktif dalam
kancah internasional baik di dalam maupun di luar forum PBB.
Peran Indonesia dalam perjuangan
hak asasi internasional sejalan dengan tekad bangsa Inodnesia yang tertuang
dalam Pembukaan UUD tahun 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia,
Indonesia telah aktif dalam usaha menegakkan penghormatan hak-hak asasi manusia
di forum internasional sesuai dengan prinsip-prinsip PBB.
Salah satu peran aktif di Indonesia
yang penting, setelah diterimanya Universal Declaration of Human Rights oleh
negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun 1948, adalah diselengarakannya
Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 yang menghasilkan Deklarasi
Bandung yang memuat pernyataan sikap negara-negara peserta bertekad untuk
menjunjung tinggi:
- Penghormatan terhadap hak-hak
asasi manusia yang sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam
PBB
- Penghormatan terhadap kedaulatan
dan integritas teritorial semua Negara
- Pengakuan atas persamaan
derajat semua ras dan semua bangsa besar dan kecil
- Tidak akan melakukan intervensi
dan mempengaruhi urusan dalam negari lain
- Penghormatan atas hak setiap
bangsa untuk mempertahankan dirinya baik secara sendiri-sendiri maupun
kolektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam
PBB
- Menghindarkan diri dari
penggunaan cara pertahanan kolektif untuk kepentingan tertentu dari sikap
kekuatan besar dan menghindarkan diri dari tindak melakukan tekanan
terhadap negara lain
- Menahan diri dari
tindakan-tindakan atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial
atau kemerdekaan politik setiap Negara
- Menyelesaikan segala sengketa
internasional dengan cara damai seperti negoisasi, konsiliasi, arbitrase
atau pengadilan serta cara-cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai
dengan ketentuam Piagam PBB
- Menjunjung tinggi kepentingan
timbal balik dan kerjasama internasional.
- Menghormati prinsip keadilan
dan kewajiban-kewajiban internasional.
Bagi bangsa Indonesia pelaksanaan
HAM telah tercermin di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 dan batang tubuhnya yang
menjadi hukum dasar tertulis dan acuan untuk setiap peraturan hukum yang di
Indonesia. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD tahun 1945 telah
digali dari akar budaya bangsa yang hidup jauh sebelum lahirnya Deklarasi HAM
Internasional (The Universal Declaration of Human Rights 1948).
Di dunia ini terdapat
perbedaan-perbedaan yang menyolok di berbagai bidang seperti di tingkat
internasional dikenal negara maju, negara berkembang dan negara miskin, negara
adikuasa dengan dunia ketiga, negara liberal dengan negara komunis dan di
tingkat nasional pun terdapat hal-hal yang berbeda.
Dalam konterks Pembukaan UUD tahun
1945 dapat dililhat bahwa bersirinya Negara Republik Indonesia adalah hasil
perjuangan untuk menegakkan HAM Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka.
Pembukaan UUD tahun 1945 dengan jelas mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk
menjunjung tinggi HAM dari penindasan penjajah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Sesuai dengan rumusan yang tertulis
secara eksplisit dan berdasarkan pandangan hidup dalam masyarakat Indonesia
tekad melepaskan diri dari penjajahan itu akan diisi dengan upaya-upaya
mempertahankan eksistensi bangsa dengan:
- Membentuk pemerintahan Negara
Indonesia yang melilndungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia
- Memajukan kesejahteraan
umum
- Mencerdaskan kehidupan
bangsa
- Ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan tersebut dilandasi oleh
falsafah hukum yang menjadi landasan hak dan kewajiban asasi seluruh warga
negara Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar yang melandasi segala
hukum dan kebijaksanaan yang berlaku di negara Republik Indonesia.
Hal ini berarti Pancasila menjadi
titik tolak pikir dan tindakan termasuk dalam merumuskan semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi HAM. Karena Pancasila merupakan akar
filosofis jiwa dan budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
suku yang memiliki berbagai macam corak budaya. Dasar-dasar pemikiran dan
orientasi Pancasila pada hakekatnya bertumpu pada dan nilai-nilai yang terdapat
dalam budaya bangsa. Kebudayaan bangsa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia
yang terdiri dari kebudayaan tradisional yang telah hidup berabad-abad, maupun
kebudayaan yang sudah modern yang telah berakulturasi dengan kebudayaan lain.
Selain itu, Pancasila juga mempunyai nilai historis yang mencerminkan
perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dengan pengorbanan baik harta maupun
jiwa sejak berdirinya Budi Utomo pada permulaan abad XX (tahun 1908)yang
diikuti dengnan berbagai peristiwa sejarah dalam upaya melepaskan diri dari
belunggu penjajahan. Perjuangan yang memperlihatkan dinamika bangsa yang
memberikan khas corak yang khas bagi Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang
ingin kemerdekaan dan kemandirian. Maka Pancasila harus dipegang teguh sebagai
prinsip utama.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar
yang disebut HAM yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa. Hak tersebut tidak dapat diingkari. Dilihat dari pilihan
yang telah ditetapkan bersama terutama dari Bapak Pendiri Bangsa (The Founding
Father) yang bercita-cita terbentuknya negara hukum yang demokratik, maka jiwa
atau roh negara hukum demokratik tersebut ada sejauh mana hak asasi itu
dijalani dan dihormati. Apabila dilihat UUD sebelum diamandemen, hak asasi
tidak tercantum dalam suatu piagam yang terpisah melainkan tersebar dalam
beberapa pasal. Jumlahnya terbatas dan diumumkan secara singkat. Karena situasi
yang mendesak pada pendudukan Jepang tidak ada waktu untuk membicarakan HAM
lebih dalam. Lagipula, waktu UUD 1945 dibuat Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB
belum lahir, HAM diatur di Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam
Batang Tubuh yaitu pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31,
pasal 33, dan pasal 34.
Dari kajian pasal-pasal tersebut
dikemukakan:
- HAM itu meliputi baik yang
bersifat klasik maupun yang bersifat sosial. HAM/ warganegara yang
bersifat klasik terdapat dalam pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 29 ayat
(2). Yang bersifat sosial dirumuskan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 31
ayat (1) dan pasal 24. Sedangkan rumusan dalam pasal 30 tidak termasuk
dalam HAM yang klasik maupun yang sosial. Dengan demikian HAM yang timbul
karena hukum (legal rights).
- HAM yang berkenaan dengan semua
orang yang berkedudukan sebagai penduduk tidak dirumuskan dengan hak
melainkan dengan kemerdekaan. Contohnya bunyi pasal 28 dan pasal 29 ayat
(2).
- HAM yang berkenaan dengan warga
negara Indonesia dengan tegas dikatakan “tidak”. Hal ini dapat dibaca
dalam pasal 27 ayat (2), pasal 30 ayat (1) dan pasal 31 ayat (1).
- Sebagian besar rakyat masih
dalam keadaan serba kurang (pendidikan dan kebutuhan hidup)
- Belum/tidak adanya hukum atau
peraturan positif aplikasi dalam kehidupan bernegara.
HAM di Indonesia sebagai pemikiran
paradigma tidaklah lahir bersamaan dengan Deklarasi HAM PBB 1948. Bahwa HAM
bagi bangsa Indonesia bukan barang asing terbukti dengan terjadinya perdebatan
yang terjadi dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Sidang periode pertama BPUPKI terbagai dua yaitu,
pertama berlangsung dari tanggal 19 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sidang periode
kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945. Sidang I BPUPKI
mendengar pidato Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Muhammad Hatta terlihat
perbedaan pandangan mereka mengenai konsep-konsep “kebebasan” seperti di negara
Barat.
Di lain pihak, Muhammad Hatta
khawatir jika jaminan kebebasan tidak dicantumkan dalam UUD, hak-hak masyarakat
tidak akan ada artinya dihadapan negara. Kemudian masih pada masa sidang II,
terjadi perdebatan langsung antara para tokoh tersebut. Dalam rancangan
undang-undang dasar yang sedang dibahas pada waktu itu Muhammad Hatta tidak
menemukan pasal tentang HAM dan kebebasan, karena itu beliau angkat bicara,”
Saya menginginkan pasal-pasal yang mengakui HAM”.
Namun Soepomo menapik Muhammad
Hatta, pasal-pasal tersebut tidak perlu ada karena hanya akan memberikan
peluang kepada paham individualisme, perseorangan, padahal kita ingin
kekeluargaan, katanya. Dalam perdebatan ini, Soepomo didukung oleh Soekarno
sedangkan Muhammad Hatta didukung oleh Muhammad Yamin.
Akhirnya para pendiri Republik
Indonesia dengan jiwa besar setuju untuk kompromi. Maka lahirlah pasal 27,
pasal 28 dan pasal 29 UUD tahun 1945. Proses perumusan tersebut sekaligus
menunjukkan bahwa sejak awal pendekatan musyawarah mufakat sudah muncul sebagai
fakta-fakta sejarah yang menyangkut proses penyusunan pasal 28 UUD tahun 1945
diungkapkan oleh Muhammad Yamin.
Di Indonesia HAM telah mendapat
tempat dan diatur di dalam:
- UUD tahun 1945
- Tap MPR No XVII/MPR/1998
tentang HAM
- Undang-Undang No. 39 tahun 1999
tentang HAM
- Undang-Undang No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang No. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan HAM
- Konvensi Internasional Anti
Apartheid dalam Olahraga yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No.
48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993
- Konvensi tentang Hak-Hak Anak
tahun 19998 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990
tanggal 25 Agustus 1990
- Konvensi tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 yang diratifikasi
dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli 1984.
- Konvensi tentang Hak-Hak
Politik Kaum Wanita tahun 1953 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No.
68 tahun 1998.
- Konvensi Menentang Penyiksaan
dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam secara Tidak Manusiawi dalam
Merendahkan Martabat Manusia Lainnya tahun 1984 yang diratifikasi dengan
Undang-Undang No. 5 tanggal 24 September 1998.
- Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang diratifikasi dengan
Undang-Undang No. 29 tanggal 25 Mei 1999.
Sehubungan dengan hak-hak diatas
untuk menciptakan dan mencapai cita-cita yang diinginkan oleh Bapak Pendiri Negara
kita maka perlulah ada pengaturan mengenai HAM itu sendiri yang mana dapat
dilihat sebagai berikut:
Dalam Pancasila
- Ketuhanan Yang Maha Esa
Kesadaran masyarakat Indonesia akan perbedaan agama yang terdapat dalam
kesehariannya dikembangkan dengan adanya toleransi antar umat beragama dan
juga hormat menghormati antara pemeluk agama aliran kepercayaan yang
berbeda-beda.
- Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab Dengan sila ini, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama
derajat yang sama hak dan kewajibannya tanpa membedakan suku, agama dan
kepercayaan dan jenis kelamin.
- Persatuan Indonesia Dalam sila
ini manusia menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa
dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Dalam sila ini
manusia Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan hak dan
kewajiban yang sama. Hal ini tampak jelas dari sistem perwakilan
rakyat.
- Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia Dengan sila ini maka mansuia Indonesia menyadari hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial.
2.
HAM didalam UUD 1945
UUD tahun 1945 sudah memuat beberapa
hak asasi manusai baik dalam Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh.
Di dalam pembukanya yaitu mulai
dari alinea I sampai alinea IV semuanya mengatur tentang HAM, sedangkan dalam
Batang Tubuh UUD tahun 1945 HAM diatur dalam pasal:
- Dalam pasal 1 ayat (1) dikatakan
bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa negara kita adalah negara
yang demokratik negara yang tidak mengakui absolutisme yaitu bersifat
sewenang-wenang oleh sebab itu ketentuan ini mengakui hak manusia.
- Dalam pasal 27 ayat (1) yaitu
pasal yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Pasal ini menentukan
persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan, persamaan untuk memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Pasal 28 yaitu yang mengatur
kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat.
HAM dalam peraturan
perundang-undangan yaitu:
- Dalam KUHP yaitu hak manusia
tercantum dengan dianutnya asas legalitas.
- Dalam BW yang terdapat dalam
pasal 1 ayat (2) anak yang di dalam kandungan seorang perempuan dianggap
telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya.
- UU No. 14 tahun 1970 tentang
Kekuasaan Kehakiman
- UU No. 8 tahun 1981 yaitu KUHAP
yang mengatur tentang perlindungan HAM misalnya bantuan hukum, ganti ruhi
maupun rehabilitasi.
- UU No 9 tahun 1986 yaitu
Pengadilan Tata Usaha Negara, di dalam undang-undang ini pengakuan dan
perlindungan hak-hak asasi juga terdapat pengaturan dalam pasal 4 yang menyatakan
bahwa PTUN adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan bagi rakyat pencari
keadilan terhadap sengketa TUN (Tata Usaha Negara).
- UU No 39 tahun 1999 tentang
HAM
- UU No. 26 tahun 2000 tentang
Peradilan terhadap Pelanggaran HAM.
3.
Peran Hukum di
Indonesia
Menurut saya
peranan hukum di Indonesia sangat berjalan tidak baik. Karena masih banyak
sekali ketidakadilan dalam proses hukun yang berjalan di Indonesia. Salah satu
contoh ketidakadilan hukum di Indonesia yaitu pada kasus koruptor yang dihukum
tidak sesuai dengan tindak kejahatan yang dilakukan olehnya. Entah kenapa bisa
seperti itu tetapi yang jelas bahwa masih tidak sesuai dengan UUD 1945.