Individu, Keluarga dan
Masyarakat
1. Individu
Kata individu berasal dari
kata latin, yaitu individiuum, berarti yang tak terbagi. Jadi, merupakan suatu
sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil
dan terbatas. Dalam ilmu sosial paham individu menyangkut tabiatnya dengan
kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia.
Dalam ilmu sosial, individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan–kenyataan
hidup yang istimewa, yang tak seberapa mempengaruhi kehidupan manusia.
2. Keluarga
Keluarga diartikan sebagai
suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang
ditandai adanya kerja sama ekonomi. Fungsi keluarga adalah berkembang biak,
mensosialisasi atau mendidik anak, menolong, melindungi atau merawat orang –
orang tua.
3. Masyarakat
Dalam bahasa Inggris
masyarakat disebut society, asal katanya socius yang berarti kawan. Adapun kata
“Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, artinya bergaul. Adanya
saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk aturan hidup, yang bukan
disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur–unsur
kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Para ahli
seperti Maclver, J.L. Gillin, dan J.P. Gillin sepakat, bahwa adanya saling
bergaul dan interaksi karena mempunyai nilai–nilai, norma-norma, cara–cara, dan
prosedur yang merupakan kebutuhan bersama sehingga masyarakat merupakan
kesatuan hidup manusia yang berintaraksi menurut suatu sistem adat-istiadat
tertentu, yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Untuk arti yang lebih
khusus masyarakat disebut pula kesatuan sosial, mempunyai ikatan–ikatan kasih
sayang yang erat. Mirip jiwa manusia, yang dapat diketahui, pertama melalui
kelakuan dan perbuatannya sebagai penjelmaannya yang lahir, kedua melalui
pengalaman batin dalam roh manusia perseorangan sendiri. Bahkan memperoleh
“superioritas”, merasakan sebagai sesuatu yang lebih tingi nilainya daripada
jumlah bagian–bagiannya. Sesuatu yang “kokoh-kuat”, suatu perwujudan pribadi
bukan di dalam, melainkan luar, bahkan di atas kita.
4. Interaksional Antar Individu, Keluarga, dan Masyarakat
4. Interaksional Antar Individu, Keluarga, dan Masyarakat
Adanya aspek
organis-jasmaniah, psikis-rohaniah, dan sosial kebersamaan yang melekat pada
individu, mengakibatkan bahwa kodratnya ialah untuk hidup bersama manusia lain.
Pada hewan, kolektivitas bersifat naluriah, pada manusia, di samping rohaniah
juga karena nalar, menimbulkan kesadaran membagi peranan dalam hidup
berkelompok sehingga perjuangan hidup menjadi ringan. Menurut Durkheim
kebersamaannya dapat dinilai sebagai “mekanistis”, merupakan solidaritas
“organis”, yaitu atas dasar saling mengatur. Selain kepentingan individual,
diperlukan suatu tata hidup yang mengamankan kepentingan komunal demi
kesejahteraan bersama. Perangkat tatanan kehidupan bersama menurut pola
tertentu kemudian berkembang menjadi apa yang disebut “pranata” sosial” atau
abstraksi yang lebih tinggi lai, dinamakan “kelembagaan” atau “institusi”.
Individu barulah individu apabila pola perilakunya yang khas dirinya itu diproyeksikan pada suatu lingkungan sosial yang disebut masyarakat. Kekhasan atau penyimpangan dari pola perilaku kolektif menjadikannya individu, menurut relasi dengan lingkungan sosialnya yang bersifat majemuk serta simultan. Dari individu dituntut kemampuan untuk membawa dirinya secara konsisten, tanpa kehilangan identitas nilai etisnya. Relevan dengan relasi – relasi sesaat antara dirinya dengan berbagai perubahan lingkungan sosialnya. Satuan – satuan lingkungan sosial yang melingkari individu terdiri dari keluarga, lembaga, komunitas, masyarakat, dan nasion. Individu mempunyai “karakter”, maka satuan lingkungan mempunyai “karakteristik” yang setiap kali berbeda fungsinya, struktur, peranan, dan proses – proses yang berlangsung di dalam dirinya. Posisi, peranan dan tingkah lakunya diharapkan sesuai dengan tuntutan setiap satuan lingkungan sosial dalam situasi tertentu.
4. Hubungan Individu dengan Dirinya
Individu barulah individu apabila pola perilakunya yang khas dirinya itu diproyeksikan pada suatu lingkungan sosial yang disebut masyarakat. Kekhasan atau penyimpangan dari pola perilaku kolektif menjadikannya individu, menurut relasi dengan lingkungan sosialnya yang bersifat majemuk serta simultan. Dari individu dituntut kemampuan untuk membawa dirinya secara konsisten, tanpa kehilangan identitas nilai etisnya. Relevan dengan relasi – relasi sesaat antara dirinya dengan berbagai perubahan lingkungan sosialnya. Satuan – satuan lingkungan sosial yang melingkari individu terdiri dari keluarga, lembaga, komunitas, masyarakat, dan nasion. Individu mempunyai “karakter”, maka satuan lingkungan mempunyai “karakteristik” yang setiap kali berbeda fungsinya, struktur, peranan, dan proses – proses yang berlangsung di dalam dirinya. Posisi, peranan dan tingkah lakunya diharapkan sesuai dengan tuntutan setiap satuan lingkungan sosial dalam situasi tertentu.
4. Hubungan Individu dengan Dirinya
Merupakan masalah khas
psikologi. Di sini muncul istilah – istilah Ego, Id, dan Superego serta
dipersonalisasi (apabila relasi individu dengan dirinya adalah seperti dengan
orang asing saja), dan sebagainya. Dalam diri seseorang terdapat tiga sistem
kepribadian yang disebut “Id” atau “es” (Jiwa ibarat gunung es di tengah laut),
Ego atau “aku”, dan superego atau uber ich. Id adalah wadah dalam jiwa
seseorang, berisi dorongan primitif dengan sifat temprorer yang selalu
menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan demi kepuasan. Contohnya
seksual atau libido. Ego bertugas melaksanakan dorongan - dorongan Id, tidak
bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan dan Superego. Egod alam tugasnya
berprinsip pada kenyataan relative principle.
Superego berisi kata hati
atau conscience, berhubungan dengan lingkungan sosial, dan punya nilai–nilai
moral sehingga merupakan kontrol terhadap dorongan yang datang dari Id. Karena
itu ada semacam pertentangan antara Id dan Superego. Bila ego gagal menjaga
keseimbangan antara dorongan dari id dan larangan dari superego, maka individu
akan mengalami konflik batin yang terus menerus. Untuk itu perlu kanalisasi
melalui mekanisme pertahanan. Demikian psikoanalisa sebagai teori kepribadian
yang dikemukakan oleh Sigmund Freud (1856– 939), sarjana berkebangsaan Jerman.
5. Hubungan Individu dengan Keluarga
Individu memiliki relasi
mutlak dengan keluarga. Ia dilahirkan dari keluarga, tumbuh dan berkembang
untuk kemudian membentuk sendiri keluarga batinnya. Terjadi hubungan dengan
ibu, ayah, dan kakak-adik. Dengan orang tua, dengan saudara– audara kandung,
terjalin relasi biologis yang disusul oleh relasi psikologis dan sosial pada
umumnya.
Peranan-peranan dari
setiap anggota keluarga merupakan resultan dari relasi biologis, psikologis,
dan sosial. Relasi khusus oleh kebudayaan lingkungan keluarga dinyatakan melalui
bahasa (adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma, bahkan nilai-nilai agama
sekalipun). Masalah kekerabatan seperti adanya marga dan keluarga besar banyak
dibahas dalam antropologi, yang menunjukkan kelakuan dan tindakan secara tertib
dan teratur dalam berbagai deferensi peran dan fungsinya melalui proses
sosialisasi atau internalisasi.
6. Hubungan Individu dengan Masyarakat
Masyarakat merupakan
satuan lingkungan sosial yang bersifat makor. Aspek teritorium kurang
ditekankan. Namun aspek keteraturan sosial dan wawasan hidup kolektif
memperoleh bobo yang lebih besar. Kedua aspek itu munjuk kepada derajat
integrasi masyarakat karena keteraturan esensial dan hdup
kolektif ditentukan oleh kemantapan unsur – unsur masyarakat yang terdiri dari
pranat, status, dan peranan individu. Variabel– ariabel tersebut dipakai dalam
mengkaji dan menjelaskan fenomena masyarakat menurut persepsi makro.
Sifat makro diperoleh dari kenyataan, bahwa masyarakat pada hakiaktnya terdiri dari sekian banyak komunias yang berbeda, sekaligus mencakup berbagai macam keluarga, lembaga dan individu–individu.
Sifat makro diperoleh dari kenyataan, bahwa masyarakat pada hakiaktnya terdiri dari sekian banyak komunias yang berbeda, sekaligus mencakup berbagai macam keluarga, lembaga dan individu–individu.
Hubungan individu dengan
masyarakat dalam persepsi makro lebih bersfiat sebagai abstraksi. Kejahatan
dalam masyarakat mako merupakan gejala yang menyimpang dari norma keteraturan
sosial, sekaligus dapat berperan sebagai indikator tinggi – rendahnya keamanan
lingkungan untuk penghuni dan golongan masyarakat dari status tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar