Rabu, 26 November 2014

Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi, Kehidupan Kampus dan Analisis Budaya Merokok Dikalangan Mahasiswa

PEMBAHASAN


1.1              Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengerahuam. Secara terminoligis tokok yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengertahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure If Scuentiric Revolution”. Paradigma merupakan suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritirs yang umum (merupakan suatu sember nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode. Sarta penerapan dalam ilmu pengerahuan sehingga dangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

1.2       Pengertian Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita- citakan rakyat. Reformasi juga diartikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Reformasi secara umum bararti perubahan terhadap suatu system yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk pada gerakan mahasiswa pada tahun1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharta atau era setelah Orde baru. Kendati demikan, Kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16,yang dipimpin oleh Marti luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platformkehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengakan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri bangsa terdahulu. Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat:
1.        Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan- penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2.        Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai- nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3.        Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum yang jelas.
4.        Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5.        Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

1.3              Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perbahan, yaitu menatra kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwufudnya masyarakat madani yang sejahtera, mastarakat yang bermatabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang mermoral kemanusiaan da beradab.
Pada hakikatnya reformasi merupakan mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nlai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses ini walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan serta cita-citra yaitu nilai-nilia yang terkandung didalam pancasila.

1.3.1    Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang, atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat. Gerakan reformasi memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1.        Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penymangan-penyimpangan. Misalnya pada orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi, dan korupsi yang ridak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2.        Suatu gerakan reformasi dilakukan dengna berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu sebagai kerangka acuan reformasi.
3.        suatu gerakan teformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
4.        Reformasi dilakukan kearah suatu perbahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5.        Reformasi dilakukan dengna suatu dasar moral danetoka sebagai manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.


1.3.2    Pancasila Sebagai Dasar Cita-Cita Reformasi
            Gerakan reformasi harus tetap diletakkandalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landsan cita-cita dan ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme pada akhirmnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai dari kelima sila tersebut.
            Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifar yang reformatif, artinya memiliki aspek pelaksanan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan zaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijakasanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.

1.4              Pancasila Dalam Paradigma Kehidupan Kampus
Pembahasan ini membahas mengenai Pancasila danan paradigma kehidupan kampus. Kehidupan dikampus terdiri dari dua elemen yaitu mahasiswa dan dosen. Kedua elemen tersebut yang mengisi kehidupan paradigma yang ada didalam kampus tersebut. pancasila sebagai landasan yang utama tidak hanya berlaku dalam satu unsur saja, namun terdapat dalam berbagai unsur, dalam arti yaitu Pancasila bisa diterapkan dan dijalankan dalam unsur-unsur tersebut sesuai dengna nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila tersebut.
Kehidupan kampus memiliki jumlah kapasitas manusia yang besar. saking besarnya banyak dari mahasiswa dan dosen memiliki keyakinan agama yang berbeda-beda (Islam, Protestan, Khatolik, Hindu, Budha). Dalam kehidupan dikampus, tidak melakukan tindakan diskriminatif dari kaum mayoritas terhadap kaum minoritas, sehingga tidak menimbulkan pelanggaran melainkan masing-masing agama dapat memberikan contoh yang baik untuk sesama manusia.
Setiap mahasiswa juga berhak mendapatkan penghargaan jika memiliki prestasi, mahasiswa juga berkah mendapatkan nilai yang baik apabila telah menjalankan kewajibannya. Selain itu dalam kehidupan kampus sering terdengar yang disebut dengan ”senioritas” yang dimana mahasiswa senior sering bertindak tidak berperikemanusiaan terhadap mahasiswa yunior.
Banyaknya mahasiswa yangterdapat dalam kampus, juga mempunyai berbagia keanekaragaman, seperti suku, ras, dan budaya. Keanekaragaman tersebut dijadikan sebagai paradigma untuk menjadi landasan bahwa semua orang meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu.
Kampus sebagai wadah untuk pembelajaran tentunya tidak dapat berdiri sendiri. Selalu ada orang-orang yang berperan dalam pembangunannya. Paradigmanya adalah agar tercapainya suatu tujuan yaitu pendidikan yang bermutu dan berkualitas baik, mempunyai makna bahwa pendidikan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa seperti yang tertuang dalam pancasila sila ke-4 sebagai nilai kerakyatan.
Paradigma dalam sila kelima yaitu dalam hal ini dosen sebagai pengajar dan mahasiswa sebagai pelajar. Artinya dosen harus membagi ilmunya dan menuangkan pengetahuannya kepada mahasiswa dengan adil, mensejahterakannya sehingga terciptanya suatu mahasiswa yang cerdas dan berkualitas nantinya.

1.5              Analisis  Budaya Merokok Dikalangan Mahasiswa

Merokok merupakan suatu kebiasaan manusia untuk memenuhi hasratnya. Merokok menurut beberapa orang dapat menghilangkan stress, suatu hal yang sangat menyenangkan dll. Dalam hal ini budaya merokok dikalangan masyarakat menurut saya boleh-boleh saja asalkan dengan takaran yang tidak berlebihan. Bagi sebagian mahasiswa merokok dapat menghilangkan stress akibat tugas yang menumpuk, memberikan rasa tenang bagi sipemakainya. Meskipun merokok dapat memberikan kesenangan, namun harus tetap diimbangi dingan berolahraga yang teratur juga, agar penyakit dapat dibuang dan tidak merokok secara berlebihan. Selain itu merokoklah ditempat yang telah disediakan oleh pihak kampus.

Rabu, 19 November 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1       Pengertian Kerjasama Tim
Sopiah (2008:31) mengungkapkan bahwa tim kerja merupakan kelompok yang upaya–upaya individualnya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar daripada jumlah dari masukan individu–individu. Suatu tim kerja membangkitkan sinergi positif lewat upaya yang terkoordinasi. Upaya-upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individu tersebut. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja yang dicapai oleh sebuah tim lebih baik daripada kinerja per individu di suatu organisasi maupun perusahaan.
Selain itu, Robbins dan Judge (2008:466) mengungkapkan tim kerja adalah kelompok yang usaha-usaha individualnya menghasilkan kinerja lebih tinggi daripada jumlah masukan individual. Hal ini memiliki pengertian bahwa kinerja yang dicapai oleh sebuah tim lebih baik daripada kinerja perindividu disuatu organisasi ataupun suatu perusahaan. Menurut Allen (2004:21) pekerja tim atau tim kerja adalah orang yang sportif, sensitif dan senang bergaul, serta mampu mengenali aliran emosi yang terpendam dalam tim sangat jelas.
Tim kerja menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang terkoordinasi.Usaha-usaha individual mereka menghasilkan satu tingkat kerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan individual. Penggunaan tim secara ekstensif menghasilkan potensi bagi sebuah organisasi untuk membuahkan banyak hasil yang lebih besar tanpa peningkatan masukan. Kinerja tim akan lebih unggul daripada kinerja individu jika tugas yang harus dilakukan menuntut keterampilan ganda. Berdasarkan pengertian tim kerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa kerja sama tim adalah sebuah kumpulan individu yang terdiri dari 2 orang atau lebih yang hasil kinerja nya lebih baik dibandingkan dengan masukan individual.
2.2       Jenis Tim
Terdapat 6 jenis tim Menurut Daft (2006:466). Jenis-jenis Tim tersebut antara lain:
1.        Tim Formal
Tim formal diciptakan oleh organisasi sebagai bagian dari struktur formal organisasi.
2.        Tim Vertikal
Tim vertikal terdiri dari seorang manajer dan para bawahannya dalam rantai komando formal. Terkadang tim ini disebut tim fungsional atau tim komando. Setiap tim diciptakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan–tujuan tertentu lewat aktifitas dan interaksi bersama para anggota.
3.        Tim Horizontal
Tim horizontal adalah sebuah tim formal yang terdiri dari beberapa karyawan dari tingkat hierarki yang hamper sama tetapi berasal dari area keahlian yang berbeda.
4.        Tim dengan Tugas Khusus
Tim dengan tujuan khusus adalah tim yang diciptakan diluar organisasi formal untuk mengerjakan proyek kepentingan atau kreatifitas khusus.
5.        Tim Mandiri
Tim mandiri adalah sebuah tim yang terdiri dari 5 hingga 20 orang pekerja dengan berbagai keterampilan yang menjalani rotasi pekerjaan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa secara lengkap dan pelaksanaannya diawasi oleh seorang anggota terpilih.
6.        Tim Pemecah Masalah
Tim pemecah masalah biasanya terdiri dari 5 hingga 12 karyawan yang dibayar perjam dari departemen yang sama, dimana mereka bertemu untuk mendiskusikan cara memperbaiki kualitas, efisiensi dan lingkungan kerja.

2.3       Tahap Dalam Membangun Kerja Tim
Menurut Hutasuhut (2008) ada 5 tahap/langkah dalam membangun sebuah kerja tim, antara lain:
1.        Membentuk Struktur Tim
Setiap tim harus bekerja dengan suatu struktur yang memadai agar berdaya menangani isu-isu berat dan memecahkan persoalan-persoalan yang rumit. Walau struktur bisa berbeda antara perusahaan satu dengan lainnya, namun komponen yang umumnya ada meliputi: Tim Pengarah, Perancang Tim, Pemimpin, Rapat-rapat dan Proses konsultasi.
2.         Mengumpulkan Informasi
Membangun tim harus dimulai penilaian diri anggota kelompok (self-assesment), untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap anggota. Pengembangan tim dapat ditetapkan berdasarkan data yang diperoleh dari survai tentang sikap, wawancara dengan anggota tim, dan pengamatan atas diskusi-diskusi kelompok. Cara-cara tersebut bermanfaat untuk menilai sejumlah hal, antara lain iklim komunikasi, rasa saling percaya, motivasi, kemampuan memimpin, pencapaian konsensus, dan nilai kelompok.
3.        Membicarakan Kebutuhan
Tim harus mendiskusikannya secara terbuka, dan mencoba menginterpretasikannya. Melalui proses ini akan ditemukan sejumlah kebutuhan; kekuatan yang ada harus dicoba dipertahankan dan dikembangkan sedangkan kelemahan harus segera diatasi. Proses ini bisa berlangsung dalam beberapa kali pertemuan guna menemukan hal-hal yang memang sangat dibutuhkan.
4.        Merencanakan Sasaran dan Menetapkan CaraPencapaiannya
Tim harus menetapkan tujuan dan misinya, serta menetapkan prioritas kegiatan. Konsultan akan sangat membantu dengan cara memberikan saran-saran tentang teknik atau kegiatan yang mungkin dilakukan dalam upaya mencapai tujuan.
5.        Mengembangkan Keterampilan
Sebagian besar proses pembangunan tim akan memusatkan kegiatannya pada pengembangan ketrampilan yang diperlukan untuk menciptakan tim yang berkinerja tinggi.

2.4       Karateristik Tim yang Sukses
Menurut Sopiah (2008:43) ada berbagai karakter yang melekat pada tim yang sukses. Karakter-karakter tersebut adalah sebagai berikut:
1.         Mempunyai Komitmen Terhadap Tujuan Bersama
Anggota tim yang sukses menuangkan waktu dan upaya yang sangat banyak ke dalam pembahasan, pembentukan dan persetujuan mengenai suatu maksud yang menjadi milik mereka baik secara kolektif maupun individual. Maksud bersama ini, bila diterima dengan baik oleh tim, akan setara dengan peran navigasi benda langit bagi kapten kapal. Maksud bersama itu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada setiap dan semua kondisi.
2.         Menegakkan Tujuan Spesifik
Tim yang sukses menerjemahkan maksud bersama mereka sebagai tujuan–tujuan kerja yang realistis, yang dapat diukur dan bersifat spesifik.Tujuan yang spesifik mempermudah mereka dalam berkomunikasi.Tujuan itu juga membantu memelihara fokus mereka pada perolehan hasil.
3.        Kepemimpinan dan Struktur
Tujuannya adalah mendefinisikan target akhir dari tim. Di samping itu tim berkinerja tinggi juga memerlukan kepemimpinan dan struktur untuk memberikan fokus dan pengarahan. Mendefinisikan dan menyepakati suatu pendekatan bersama, misalnya, memastikan bahwa tim itu dipersatukan pada cara untuk mencapai tujuan.
4.         Menghindari Kemalasan Sosial dan Tanggung Jawab
Individu – individu dapat bersembunyi dalam suatu kelompok.Mereka dapat menyibukkan diri dalam “kemalasan sosial” dan meluncur bersama upaya kelompok karena sumbangan individual mereka tidak dapat dikenali. Tim yang berkinerja tinggi mengurangi kecenderungan ini dengan membuat diri mereka dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara individual maupun pada tingkat tim. Evaluasi Kinerja dan Sistem Ganjaran yang Benar.



5.         Mengembangkan Kepercayaan Timbal-Balik yang Tinggi
Tim kinerja tinggi dicirikan oleh kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya, para anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggota yang lain.

2.5       Definisi Sampling Pekerjaaan
Work Sampling, Ratio Delay Study atau Random Observation Research adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin, proses atau pekerja operator. Awalnya cara ini dikembangkan di Inggris oleh seorang yang bernama L.H.C. Tippet di pabrik tekstil di Inggris, tetapi karena kegunaannya cara ini kemudian dipakai di negara lain secara lebih luas (Sutalaksana, 2006).
Sampling pekerjaan ini menggunakan ilmu statistik, tetapi pada sampling pekerjaan hal ini tampak lebih nyata. Beda sampling pekerjaan dengan cara jam henti adalah pada sampling pekerjaan, pengamatan tidak terus menerus berada di tempat pekerjaan dan waktu ditentukan secara acak (Sutalaksana, 2006).
Pengukuran waktu jam henti merupakan cara langsung karena dilakukan dengan melakukan pengukuran secara langsung di tempat berjalannya pekerjaan. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamatan tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamati (di tempat pekerjaan) hanya pada sesaat pada waktu yang ditentukan secara acak Sampling pekerjaan dilakukan secara sesaat pada waktu yang ditentukan secara acak (Sritomo, 1992).
Metode work sampling sangat cocok untuk digunakan dalam melakukan pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki waktu yang relatif panjang. Pada dasarnya prosedur pelaksanaanya cukup sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktifitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau operator dan kemudian mencatatnya apakah mereka ini dalam keadaan bekerja atau menganggur (Sritomo, 1992).


2.6       Kegunaan dan Langkah Sampling Pekerjaan
Sampling pekerjaan mempunyai beberapa kegunaan lain di bidang produksi sampling selain untuk menghitung waktu penyelesaian adalah sebagai berikut  (Sutalaksana, 2006):
1.    Mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok kerja.
2.    Mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat di pabrik.
3.    Menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tidak langsung.
4.    Memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.
            Distribusi pemakaian waktu kerja atau kelompok pekerja dan tingkat pemanfaatan mesin atau alat-alat secara mudah diketahui dengan mempelajari frekuensi setiap kegiatan atau pemakaian dari catatan pengamatan setiap melakukan kunjungan. Selanjutnya langkah dalam melakukan sampling pekerjaan tidak berbeda dengan cara jam henti. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
a.    Menetapkan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling pekerjaan dilakukan, yang akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan keyakinan.
b.    Jika sampling ditujukan untuk mendapatkan waktu baku, lakukanlah penelitian pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya sistem kerja yang baik. Jika belum, perbaikan atas kondisi dan cara kerja harus dilakukan dahulu.
c.    Memilih operator yang baik, bila perlu mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa dengan sistem kerja yang dilakukan.
d.   Melakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan.
e.    Menyiapkan perlatan yang diperlukan berupa papan pengamatan, lembar-  lembar pengamatan, pena atau pensil.
            Cara melakukan sampling pengamatan dengan sampling pekerjaan juga tidak berbeda dengan yang dilakukan untuk cara jam henti yang terdiri dari tiga langkah yaitu (Sutalaksana, 2006):
1.      Melakukan sampling pendahuluan.
2.      Menguji keseragaman data.
3.      Menghitung jumlah kunjungan yang diperlukan (menguji kecukupan data).
            Langkah ini dilakukan terus sampai jumlah kunjungan mencukupi yang diperlukan untuk tingkat keyakinan yang diperlukan (Sutalaksana, 2006).
            Langkah sampling pendahuluan dilakukan sejumlah kunjungan yang banyaknya ditentukan oleh pengukur, biasanya tidak kurang dari 30. Pada langkah pengujian keseragaman data, didapatkan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah. Batas kontrol yang diketahui bisa kita dapatkan melalui rumus:
 
                                                                                                   
        
 
                                                                                                     
                                                                                                          
                                             
Dimana adalah  = dengan nilai P1 didapatkan dengan rumus:
 x 100%

 
 


                                                                                                                      

            Untuk menghitung jumlah pengamatan yang diperlukan, maka membutuhkan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan. Jumlah pengamatan yang diperlukan untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% diketahui melalui rumus.
 
 
                                                                                   


Keterangan:
k          = konstanta
S          = tingkat ketelitian
P          = didapatkan melalui rumus di bawah ini

 
 




2.7              Waktu Baku Pengamatan  Acak
            Kunjungan dilakukan dalam waktu yang ditentukan secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja dibagi ke dalam satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Biasanya panjang satuan waktu tidak terlampau singkat dan juga tidak terlampau panjang. Berdasarkan satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan (Sutalaksana, 2006).
            Selanjutnya dikatakan bahwa panjang satuan waktu tidak terlalu pendek dan juga tidak terlalu panjang. Untuk yang pertama kalinya sudah jelas, yaitu bila terlalu pendek misalkan satu menit, kemugkinan mendapatkan dua atau lebih kunjungan berturut-turut setiap satu menit sekali tentunya menyulitkan. Untuk yang kedua mudah pula dimengerti, yang akan menyebabkan jumlah kunjungan per hari terbatas yang berarti akan menjadikan masa pengamatan sampling pekerjaan lebih lama (Sutalaksana, 2006).
            Seperti yang sudah diketahui bahwa studi sampling pekerjaan akan dapat menjawab beberapa hal yaitu persentase atau proporsi antara aktvitas dan idle, penetapan waktu baku kegiatan. Seperti halnya dalam stopwatch time study maka disini juga harus diestimasikan terlebih dahulu performance rating dari operator yang diukur dan waktu longgar yang ada (Sritomo, 1992).
            Perhitungan waktu baku, waktu kelonggaran dan faktor penyesuaian sangat menentukan. Untuk lebih mudahnya dapat kita lakukan melalui rumus di bawah ini (Sritomo, 1992):

 
                


 
                                                                                                 
                                                                                                                 
                                                                                                           

 
                                                                                                           
                                                                                                                       


Waktu normal = Waktu siklus x penyesuaian

 



Waktu baku = waktu normal (1 + kelonggaran)

 
                                                                                                             


2.8.      Pengertian Korelasi
            Kata korelasi berasal dari bahasa Inggris correlation, sedangkan dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan hubungan, saling hubungan, atau hubungan timbal balik. Istilah korelasi dalam Ilmu Statistika diberi pengertian sebagai hubungan antar dua variabel atau lebih. Hubungan antar dua variabel dikenal dengan istilah bivariate correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel disebut multivariate correlation (Sudijono, 1992).

2.8.1    Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Variabel bebas (independent variabel) adalah variabel yang nilai-nilainya tidak bergantung pada variabel lainnya, biasanya disimbolkan dengan X. Variabel itu digunakan untuk meramalkan atau menerangkan nilai variabel yang sama. Sedangkan variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel yang nilai-nilainya bergantung pada variabel lainnya, biasanya disimbolkan dengan Y. Variabel itu merupakan variabel yang diramalkan atau diterangkan nilainya (Hasan, 1999).
Jika variabel bebas (X) memiliki hubungan dengan variabel terikat (Y) maka nilai-nilai variabel X yang sudah diketahui dapat digunakan untuk menaksir atau memperkirakan nilai-nilai Y (Hasan, 1999).
Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-variabel dikenal dengan nama analisis  korelasi. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan untuk data kuantitatif dinamakan koefisien korelasi (Sudjana, 1989).



2.8.2    Analisis Korelasi Sederhana
Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antarvariabel. Analisis korelasi dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu diagram pencar, tabel korelasi, koefisien korelasi, serta regresi. Korelasi yang terjadi antara dua variabel dapat berupa korelasi positif, korelasi negatif, tidak ada korelasi, ataupun korelasi sempurna (Hasan, 1999).
1.      Korelasi Positif
Korelasi positif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung untuk meningkat atau menurun pula.
2.      Korelasi Negatif
Korelasi negatif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y) cenderung untuk menurun atau meningkat.
3.      Tidak Ada Korelasi
Tidak ada korelasi terjadi apabila kedua variabel (X dan Y) tidak menunjukkan adanya hubungan.
4.      Korelasi Sempurna
Korelasi sempurna korelasi dari dua variabel, yaitu apabila kenaikan atau penurunan variabel yang satu (variabel X) berbanding dengan kenaikan atau penurunan lainnya.

2.8.3.   Koefisien Korelasi Linier Sederhana
            Apabila garis regresi yang terbaik untuk sekumpulan data berbentuk linier, maka derajat hubungannya akan dinyatakan dengan r dan biasa dinamakan koefisien korelasi. Berikut ini merupakan penjelasannya (Hasan, 1999).

2.8.3.1 Pengertian Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi KK merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antarvariabel. Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 dan +1 (-1 ≤ KK ≤ +1) (Hasan, 1999).
1.      Jika KK bernilai positif maka variabel-variabel berkorelasi positif. Semakin dekat nilai KK ke  +1 semakin kuat korelasinya, demikian sebaliknya.
2.      Jika KK bernilai negatif maka variabel-variabel berkorelasi negatif. Semakin dekat nilai KK ke -1 semakin kuat korelasinya, demikian sebaliknya.
3.      Jika KK bernilai 0 maka variabel-variabel tidak menunjukkan korelasi.
4.      Jika KK bernilai +1 atau -1 maka variabel-variabel menujukkan korelasi positif atau negatif  yang sempurna.
Cara untuk menentukan keeratan hubungan atau korelasi antarvariabel tersebut, berikut ini diberikan nilai-nilai dari KK sebagai patokan. (Hasan, 1999)
1.      KK = 0, tidak ada korelasi
2.      0      < KK ≤ 0,20, korelasi sangat rendah/lemah sekali
3.      0,20 < KK ≤ 0,40, korelasi rendah/lemah tapi pasti
4.      0,40 < KK ≤ 0,70, korelasi yang cukup berarti
5.      0,70 < KK ≤ 0,90, korelasi yang tinggi, kuat
6.      0,90 < KK ≤ 1,00, korelasi sangat tinggi , kuat sekali, dapat diandalkan
7.      KK = 1, korelasi sempurna.

2.8.3.2 Kegunaan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi mempunyai dua kegunaan. Kegunaan koefisien korelasi tersebut adalah (Hasan, 1999)
1.      Menentukan arah atau bentuk dan kekuatan hubungan
a.       Arah hubungan positif        (X   Y   atau X   Y   ) atau negatif (X   Y    atau  
   X   Y) atau tidak ada.
b.      Kekuatan hubungan       sempurna, kuat, lemah, atau tidak ada.
2.      Menentukan kovariasi, yaitu bagaimana dua variabel random (X dan Y) bercampur.
Kovariasi dirumuskan (Hasan, 1999):
Kovarian = (SX) (SY) (KK)


Keterangan:
Sx    = simpang baku (standar deviasi) variabel X
Sy    = simpang baku (standar deviasi) variabel Y
KK            = koefisien korelasi

2.8.3.3 Jenis-Jenis Koefisien Linier Sederhana
            Jenis-jenis koefisien korelasi yang sering digunakan adalah koefisien korelasi Pearson, koefisien korelasi Rank Spearman, koefisien korelasi Kontingensi, dan koefisien penentu (KP). Selain jenis koefisien korelasi yang telah disebutkan di atas, terdapat juga jenis koefisien korelasi yang lain yaitu koefisien korelasi Rank Kendall dan koefisien korelasi data berkelompok (Hasan, 1999).
1.      Koefisien Korelasi Pearson
Koefisien korelasi Pearson adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data interval atau rasio (Hasan, 1999).
Koefisien korelasi Pearson dapat ditentukan dengan dua metode yaitu:
a.       Metode least square
Koefisien korelasi linier dengan metode least square dirumuskan:


b.      Metode product momen
Koefisien korelasi (r) dengan metode product momen dirumuskan:
           

Keterangan:
r  = koefisien korelasi
x = deviasi rata-rata variabel X
   = X -  
y = deviasi rata-rata variabel Y
   = Y -
2.      Koefisien Korelasi Rank Spearman
Koefisien korelasi Rank Spearman adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data bertingkat/data ranking). Koefisien korelasi Rank Spearman dapat dirumuskan (Hasan, 1999):

Keterangan:
rs = koefisien korelasi Rank Spearman
d = selisih dalam ranking
n = banyaknya pasangan rank
3.      Koefisien Korelasi Rank Kendall
Koefisien korelasi Rank Kendall merupakan pengembangan dari koefisien korelasi Rank Spearman. Disimbolkan dengan “τ” (tau). Koefisien korelasi ini digunakan pada pasangan variabel atau data X dan Y dalam hal ketidaksesuaian rank yaitu untuk mengukur ketidakteraturan. Koefisien korelasi Rank Kendall dirumuskan (Hasan, 1999):


4.      Koefisien Korelasi Bersyarat (Koefisien Kontingensi)
Koefisien korelasi bersyarat digunakan untuk data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka tetapi berupa kategori-kategori, misalnya data yang berkategorikan kurang, cukup, sangat cukup atau tinggi, menengah atau sedang, rendah, atau gejala-gejala yang bersifat nominal (data nominal). Seperti halnya koefisien korelasi data kuantitatif, koefisien korelasi bersyarat ini disimbolkan “C” dan mempunyai interval nilai antara -1 dan 1 (-1 ≤ C ≤ 1). Koefisien korelasi bersyarat dirumuskan (Hasan, 1999):


Keterangan:
χ2    = kai kuadrat
n    = jumlah semua frekuensi
C    = koefisien korelasi bersyarat

5.      Koefisien Korelasi Data Berkelompok
Koefisien korelasi data berkelompok adalah indeks angka-angka yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antarvariabel dalam distribusi bivariabel. Koefisien korelasi data berkelompok dapat dihitung dengan menggunakan metode coding dan metode simpangan baku (Hasan, 1999).
a.       Metode coding
Koefisien korelasi data berkelompok dengan metode coding dapat dirumuskan (Hasan, 1999):


b.      Metode simpangan baku
Koefisien korelasi data berkelompok dengan metode simpangan baku dirumuskan (Hasan, 1999):


6.      Koefisien Penentu (KP) atau Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien korelasi yang dikuadratkan akan menjadi koefisien penentu (KP) atau koefisien determinan, artinya penyebab perubahan pada variabel Y yang datang dari variabel X sebesar kuadrat koefisien korelasinya. Koefisien penentu ini menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu variabel (variabel X) terhadap naik/turunnya (variasi) nilai variabel lainnya (variabel Y). Koefisien penentu dirumuskan (Hasan, 1999):
Keterangan:
KK = koefisien korelasi
Jika koefisien korelasinya adalah koefisien korelasi Pearson (r) maka koefisien penentunya adalah (Hasan, 1999):


bentuk rumus, koefisien penentu (KP) dituliskan:

2.8.4    Korelasi Linier Berganda
                        Korelasi linier sederhana merupakan alat ukur mengenai hubungan yang terjadi antara variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas (X1, X2, X3, ..., Xn). Korelasi linier berganda ini mempunyai keeratan atau kuat tidaknya hubungan (kuat, lemah, atau tidak ada hubungan sama sekali) antara variabel-variabel tersebut yang dapat diketahui. Keeratan hubungan ini dinyatakan dengan istilah koefisien korelasi, yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 1999):
1.      Koefisien Korelasi Linier Berganda
Koefisien korelasi linier berganda adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara tiga variabel atau lebih. Koefisien korelasi linier berganda untuk tiga variabel dirumuskan (Hasan, 1999):

Keterangan:
RY.12 = koefisien korelasi linier tiga variabel
rY1     = koefisien korelasi variabel Y dan X1
rY2     = koefisien korelasi variabel Y dan X2
r12     = koefisien korelasi variabel X1 dan X2

2.      Koefisien Penentu Berganda/Koefisien Determinasi Berganda
Jika koefisien korelasi berganda dikuadratkan, diperoleh koefisien penentu berganda (KPB) atau koefisien determinasi berganda (KDB). Koefisien penentu ini digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan dari beberapa variabel (X1, X2, X3, ..., Xn) terhadap naik turunnya (variasi) variabel Y (Hasan, 1999).
Jika Y = a + b1X1 + b2X2 maka KP mengukur besarnya sumbangan X1 dan X2 terhadap naik turunnya Y (Hasan, 1999).


Jika KP dikalikan dengan 100% maka diperoleh persentase sumbangan X1 dan X2 terhadap naik turunnnya (variasi) Y (Hasan, 1999).
     
3.      Korelasi Linier Parsial
Berhubungan erat dengan dengan koefisien korelasi linier berganda adalah koefisien korelasi parsial. Dimaksudkan koefisien korelasi antara sebagian dari sejumlah variabel apabila hubungan dengan sebagian variabel lainnya dianggap tetap. Jelaslah bahwa akibatnya akan banyak koefisien korelasi parsial yang dapat dihitung.
Variabel-variabel Y, X1, dan X2  misalnya dapat ditentukan koefisien korelasi parsial antara Y dan X1 dengan menganggap X2 tetap, dinyatakan dengan ry12 dan koefisien korelasi parsial antara Y dan X2 apabila X1 dianggap tetap, dinyatakan  ry21. Rumusnya masing-masing adalah (Sudjana, 1989):








DAFTAR PUSTAKA


Hasan, M. Iqbal. 2001. Statistika 1dan Statistika 2. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Sopiah, 2008.Perilaku Organisasi. Edisi Pertama. Yogyakarta: ANDI.
Sutalaksana, Iftikar Z. Teknik Tata Cara Sistem Kerja. Bandung : Institut Teknologi Bandung. 2006.
Walpole, Ronald E. 1998. Pengantar Statistika. Edisi ketiga, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-17095-Paperpdf.pdf