BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian
Kerjasama Tim
Sopiah (2008:31) mengungkapkan bahwa tim kerja
merupakan kelompok yang upaya–upaya individualnya menghasilkan suatu kinerja
yang lebih besar daripada jumlah dari masukan individu–individu. Suatu tim
kerja membangkitkan sinergi positif lewat upaya yang terkoordinasi. Upaya-upaya
individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada
jumlah masukan individu tersebut. Dari definisi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kinerja yang dicapai oleh sebuah tim lebih baik daripada
kinerja per individu di suatu organisasi maupun perusahaan.
Selain itu, Robbins dan Judge (2008:466)
mengungkapkan tim kerja adalah kelompok yang usaha-usaha individualnya
menghasilkan kinerja lebih tinggi daripada jumlah masukan individual. Hal ini
memiliki pengertian bahwa kinerja yang dicapai oleh sebuah tim lebih baik
daripada kinerja perindividu disuatu organisasi ataupun suatu perusahaan.
Menurut Allen (2004:21) pekerja tim atau tim kerja adalah orang yang sportif,
sensitif dan senang bergaul, serta mampu mengenali aliran emosi yang terpendam
dalam tim sangat jelas.
Tim kerja menghasilkan sinergi positif melalui
usaha yang terkoordinasi.Usaha-usaha individual mereka menghasilkan satu
tingkat kerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan individual. Penggunaan
tim secara ekstensif menghasilkan potensi bagi sebuah organisasi untuk
membuahkan banyak hasil yang lebih besar tanpa peningkatan masukan. Kinerja tim
akan lebih unggul daripada kinerja individu jika tugas yang harus dilakukan
menuntut keterampilan ganda. Berdasarkan pengertian tim kerja di atas maka
dapat disimpulkan bahwa kerja sama tim adalah sebuah kumpulan individu yang
terdiri dari 2 orang atau lebih yang hasil kinerja nya lebih baik dibandingkan
dengan masukan individual.
2.2 Jenis
Tim
Terdapat 6 jenis tim Menurut Daft (2006:466).
Jenis-jenis Tim tersebut antara lain:
1.
Tim Formal
Tim formal diciptakan oleh organisasi sebagai
bagian dari struktur formal organisasi.
2.
Tim Vertikal
Tim vertikal terdiri dari seorang manajer dan
para bawahannya dalam rantai komando formal. Terkadang tim ini disebut tim
fungsional atau tim komando. Setiap tim diciptakan oleh organisasi untuk
mencapai tujuan–tujuan tertentu lewat aktifitas dan interaksi bersama para
anggota.
3.
Tim Horizontal
Tim horizontal adalah sebuah tim formal yang
terdiri dari beberapa karyawan dari tingkat hierarki yang hamper sama tetapi
berasal dari area keahlian yang berbeda.
4.
Tim dengan Tugas Khusus
Tim dengan tujuan khusus adalah tim yang
diciptakan diluar organisasi formal untuk mengerjakan proyek kepentingan atau
kreatifitas khusus.
5.
Tim Mandiri
Tim mandiri adalah sebuah tim yang terdiri dari
5 hingga 20 orang pekerja dengan berbagai keterampilan yang menjalani rotasi
pekerjaan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa secara lengkap dan
pelaksanaannya diawasi oleh seorang anggota terpilih.
6.
Tim Pemecah Masalah
Tim pemecah masalah biasanya terdiri dari 5
hingga 12 karyawan yang dibayar perjam dari departemen yang sama, dimana mereka
bertemu untuk mendiskusikan cara memperbaiki kualitas, efisiensi dan lingkungan
kerja.
2.3 Tahap
Dalam Membangun Kerja Tim
Menurut Hutasuhut (2008) ada 5 tahap/langkah
dalam membangun sebuah kerja tim, antara lain:
1.
Membentuk Struktur Tim
Setiap tim harus bekerja dengan suatu struktur
yang memadai agar berdaya menangani isu-isu berat dan memecahkan
persoalan-persoalan yang rumit. Walau struktur bisa berbeda antara perusahaan
satu dengan lainnya, namun komponen yang umumnya ada meliputi: Tim Pengarah,
Perancang Tim, Pemimpin, Rapat-rapat dan Proses konsultasi.
2.
Mengumpulkan Informasi
Membangun tim harus dimulai penilaian diri
anggota kelompok (self-assesment), untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang
dimiliki oleh setiap anggota. Pengembangan tim dapat ditetapkan berdasarkan
data yang diperoleh dari survai tentang sikap, wawancara dengan anggota tim,
dan pengamatan atas diskusi-diskusi kelompok. Cara-cara tersebut bermanfaat
untuk menilai sejumlah hal, antara lain iklim komunikasi, rasa saling percaya,
motivasi, kemampuan memimpin, pencapaian konsensus, dan nilai kelompok.
3.
Membicarakan Kebutuhan
Tim harus mendiskusikannya secara terbuka, dan
mencoba menginterpretasikannya. Melalui proses ini akan ditemukan sejumlah
kebutuhan; kekuatan yang ada harus dicoba dipertahankan dan dikembangkan
sedangkan kelemahan harus segera diatasi. Proses ini bisa berlangsung dalam
beberapa kali pertemuan guna menemukan hal-hal yang memang sangat dibutuhkan.
4.
Merencanakan Sasaran dan Menetapkan
CaraPencapaiannya
Tim harus menetapkan tujuan dan misinya, serta
menetapkan prioritas kegiatan. Konsultan akan sangat membantu dengan cara
memberikan saran-saran tentang teknik atau kegiatan yang mungkin dilakukan
dalam upaya mencapai tujuan.
5.
Mengembangkan Keterampilan
Sebagian besar proses pembangunan tim akan
memusatkan kegiatannya pada pengembangan ketrampilan yang diperlukan untuk
menciptakan tim yang berkinerja tinggi.
2.4 Karateristik
Tim yang Sukses
Menurut Sopiah (2008:43) ada berbagai karakter
yang melekat pada tim yang sukses. Karakter-karakter tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Mempunyai Komitmen Terhadap Tujuan Bersama
Anggota tim yang sukses menuangkan waktu dan
upaya yang sangat banyak ke dalam pembahasan, pembentukan dan persetujuan
mengenai suatu maksud yang menjadi milik mereka baik secara kolektif maupun
individual. Maksud bersama ini, bila diterima dengan baik oleh tim, akan setara
dengan peran navigasi benda langit bagi kapten kapal. Maksud bersama itu
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada setiap dan semua kondisi.
2.
Menegakkan Tujuan Spesifik
Tim yang sukses menerjemahkan maksud bersama
mereka sebagai tujuan–tujuan kerja yang realistis, yang dapat diukur dan
bersifat spesifik.Tujuan yang spesifik mempermudah mereka dalam
berkomunikasi.Tujuan itu juga membantu memelihara fokus mereka pada perolehan
hasil.
3.
Kepemimpinan dan Struktur
Tujuannya adalah mendefinisikan target akhir
dari tim. Di samping itu tim berkinerja tinggi juga memerlukan kepemimpinan dan
struktur untuk memberikan fokus dan pengarahan. Mendefinisikan dan menyepakati
suatu pendekatan bersama, misalnya, memastikan bahwa tim itu dipersatukan pada
cara untuk mencapai tujuan.
4.
Menghindari Kemalasan Sosial dan Tanggung Jawab
Individu – individu dapat bersembunyi dalam
suatu kelompok.Mereka dapat menyibukkan diri dalam “kemalasan sosial” dan
meluncur bersama upaya kelompok karena sumbangan individual mereka tidak dapat
dikenali. Tim yang berkinerja tinggi mengurangi kecenderungan ini dengan
membuat diri mereka dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara individual
maupun pada tingkat tim. Evaluasi Kinerja dan Sistem Ganjaran yang Benar.
5.
Mengembangkan Kepercayaan Timbal-Balik yang
Tinggi
Tim kinerja tinggi dicirikan oleh
kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya.
Artinya, para anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap
anggota yang lain.
2.5 Definisi
Sampling Pekerjaaan
Work Sampling, Ratio
Delay Study atau Random Observation Research adalah suatu teknik
untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin,
proses atau pekerja operator. Awalnya cara ini dikembangkan di Inggris oleh
seorang yang bernama L.H.C. Tippet di
pabrik tekstil di Inggris, tetapi karena kegunaannya cara ini kemudian dipakai di negara lain secara lebih
luas (Sutalaksana, 2006).
Sampling pekerjaan ini menggunakan ilmu statistik, tetapi pada sampling pekerjaan hal ini tampak
lebih nyata. Beda sampling pekerjaan dengan cara jam henti
adalah pada sampling pekerjaan,
pengamatan tidak terus menerus berada di tempat pekerjaan dan waktu ditentukan
secara acak (Sutalaksana, 2006).
Pengukuran waktu jam henti merupakan cara langsung karena dilakukan
dengan melakukan pengukuran secara langsung di tempat berjalannya
pekerjaan. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamatan tidak
terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamati (di tempat
pekerjaan) hanya pada sesaat pada waktu yang ditentukan secara acak Sampling
pekerjaan dilakukan secara sesaat pada waktu yang ditentukan secara acak (Sritomo, 1992).
Metode work sampling sangat cocok untuk digunakan dalam
melakukan pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki
waktu yang relatif panjang. Pada dasarnya prosedur pelaksanaanya cukup
sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktifitas kerja untuk selang waktu yang
diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau operator dan kemudian mencatatnya
apakah mereka ini dalam keadaan bekerja atau menganggur (Sritomo, 1992).
2.6 Kegunaan dan
Langkah Sampling Pekerjaan
Sampling pekerjaan mempunyai beberapa kegunaan lain di bidang
produksi sampling selain untuk
menghitung waktu penyelesaian adalah sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
1.
Mengetahui
distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok
kerja.
2.
Mengetahui
tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat di pabrik.
3.
Menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja
tidak langsung.
4.
Memperkirakan kelonggaran bagi suatu
pekerjaan.
Distribusi
pemakaian waktu kerja atau kelompok pekerja dan tingkat pemanfaatan mesin atau
alat-alat secara mudah diketahui dengan mempelajari frekuensi setiap kegiatan
atau pemakaian dari catatan pengamatan setiap melakukan kunjungan. Selanjutnya langkah dalam melakukan sampling pekerjaan tidak berbeda
dengan cara jam henti. Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut (Sutalaksana,
2006):
a.
Menetapkan
tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling pekerjaan dilakukan, yang akan menentukan besarnya tingkat
ketelitian dan keyakinan.
b.
Jika
sampling ditujukan untuk mendapatkan
waktu baku, lakukanlah penelitian pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya
sistem kerja yang baik. Jika belum, perbaikan atas kondisi dan cara kerja harus
dilakukan dahulu.
c.
Memilih operator yang baik, bila perlu
mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa
dengan sistem kerja yang dilakukan.
d.
Melakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin
didapatkan.
e.
Menyiapkan perlatan yang diperlukan berupa
papan pengamatan, lembar- lembar
pengamatan, pena atau pensil.
Cara
melakukan sampling pengamatan dengan sampling pekerjaan juga tidak berbeda
dengan yang dilakukan untuk cara jam henti yang terdiri dari tiga langkah yaitu
(Sutalaksana, 2006):
1.
Melakukan
sampling pendahuluan.
2.
Menguji
keseragaman data.
3.
Menghitung
jumlah kunjungan yang diperlukan (menguji kecukupan data).
Langkah ini
dilakukan terus sampai jumlah kunjungan mencukupi yang diperlukan untuk tingkat
keyakinan yang diperlukan (Sutalaksana,
2006).
Langkah sampling
pendahuluan dilakukan sejumlah kunjungan yang banyaknya ditentukan oleh
pengukur, biasanya tidak kurang dari 30. Pada
langkah pengujian keseragaman data, didapatkan batas kontrol atas dan batas
kontrol bawah. Batas kontrol yang diketahui bisa kita dapatkan melalui rumus:
Dimana adalah = dengan nilai P1 didapatkan dengan rumus:
|
|
x 100%
|
|
Untuk menghitung
jumlah pengamatan yang diperlukan, maka membutuhkan tingkat ketelitian dan
tingkat keyakinan. Jumlah pengamatan yang diperlukan untuk tingkat ketelitian
5% dan tingkat keyakinan 95% diketahui melalui rumus.
Keterangan:
k = konstanta
S = tingkat
ketelitian
P = didapatkan melalui rumus di bawah ini
2.7
Waktu Baku Pengamatan Acak
Kunjungan
dilakukan dalam waktu yang ditentukan secara acak. Untuk ini biasanya satu hari
kerja dibagi ke dalam satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur.
Biasanya panjang satuan waktu tidak terlampau singkat dan juga tidak terlampau
panjang. Berdasarkan satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan
(Sutalaksana, 2006).
Selanjutnya
dikatakan bahwa panjang satuan waktu tidak terlalu pendek dan juga tidak
terlalu panjang. Untuk yang pertama kalinya sudah jelas, yaitu bila terlalu
pendek misalkan satu menit, kemugkinan mendapatkan dua atau lebih kunjungan
berturut-turut setiap satu menit sekali tentunya menyulitkan. Untuk yang kedua
mudah pula dimengerti, yang akan menyebabkan jumlah kunjungan per hari terbatas
yang berarti akan menjadikan masa pengamatan sampling pekerjaan lebih lama (Sutalaksana, 2006).
Seperti
yang sudah diketahui bahwa studi sampling
pekerjaan akan dapat menjawab beberapa hal yaitu persentase atau proporsi
antara aktvitas dan idle, penetapan
waktu baku kegiatan. Seperti halnya dalam stopwatch
time study maka disini juga harus diestimasikan terlebih dahulu performance rating dari operator yang
diukur dan waktu longgar yang ada (Sritomo,
1992).
Perhitungan
waktu baku, waktu kelonggaran dan faktor penyesuaian sangat menentukan. Untuk
lebih mudahnya dapat kita lakukan melalui rumus di bawah ini (Sritomo, 1992):
|
|
Waktu normal = Waktu siklus x
penyesuaian
|
|
Waktu baku = waktu normal (1 + kelonggaran)
|
|
2.8. Pengertian Korelasi
Kata korelasi berasal dari bahasa Inggris correlation, sedangkan dalam bahasa
Indonesia sering diterjemahkan dengan hubungan, saling hubungan, atau hubungan
timbal balik. Istilah korelasi dalam Ilmu Statistika diberi pengertian sebagai
hubungan antar dua variabel atau lebih. Hubungan antar dua variabel dikenal
dengan istilah bivariate correlation,
sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel disebut multivariate correlation (Sudijono, 1992).
2.8.1 Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Variabel bebas (independent variabel) adalah variabel
yang nilai-nilainya tidak bergantung pada variabel lainnya, biasanya
disimbolkan dengan X. Variabel itu digunakan untuk meramalkan atau menerangkan
nilai variabel yang sama. Sedangkan
variabel terikat (dependent variabel)
adalah variabel yang nilai-nilainya bergantung pada variabel lainnya, biasanya
disimbolkan dengan Y. Variabel itu merupakan variabel yang diramalkan atau
diterangkan nilainya (Hasan, 1999).
Jika variabel bebas (X)
memiliki hubungan dengan variabel terikat (Y) maka nilai-nilai variabel X yang
sudah diketahui dapat digunakan untuk menaksir atau memperkirakan nilai-nilai Y
(Hasan, 1999).
Studi yang membahas tentang
derajat hubungan antara variabel-variabel dikenal dengan nama analisis korelasi. Ukuran yang dipakai untuk
mengetahui derajat hubungan untuk data kuantitatif dinamakan koefisien korelasi
(Sudjana, 1989).
2.8.2 Analisis Korelasi Sederhana
Korelasi merupakan istilah yang digunakan
untuk mengukur kekuatan hubungan antarvariabel. Analisis korelasi dapat
dilakukan melalui beberapa cara yaitu diagram pencar, tabel korelasi, koefisien
korelasi, serta regresi. Korelasi yang terjadi antara dua variabel dapat berupa
korelasi positif, korelasi negatif, tidak ada korelasi, ataupun korelasi
sempurna (Hasan, 1999).
1.
Korelasi
Positif
Korelasi positif adalah korelasi dari dua
variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka
variabel lainnya (Y) cenderung untuk meningkat atau menurun pula.
2.
Korelasi
Negatif
Korelasi negatif adalah korelasi dari dua
variabel, yaitu apabila variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka
variabel lainnya (Y) cenderung untuk menurun atau meningkat.
3.
Tidak Ada
Korelasi
Tidak ada korelasi
terjadi apabila kedua variabel (X dan Y) tidak menunjukkan adanya hubungan.
4.
Korelasi
Sempurna
Korelasi sempurna
korelasi dari dua variabel, yaitu apabila kenaikan atau penurunan variabel yang
satu (variabel X) berbanding dengan kenaikan atau penurunan lainnya.
2.8.3. Koefisien
Korelasi Linier Sederhana
Apabila garis regresi yang terbaik untuk
sekumpulan data berbentuk linier, maka derajat hubungannya akan dinyatakan
dengan r dan biasa dinamakan koefisien korelasi. Berikut ini merupakan
penjelasannya (Hasan, 1999).
2.8.3.1 Pengertian Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi KK merupakan indeks atau
bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada)
hubungan antarvariabel. Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1
dan +1 (-1 ≤ KK ≤ +1) (Hasan, 1999).
1. Jika KK bernilai
positif maka variabel-variabel berkorelasi positif. Semakin dekat nilai KK
ke +1 semakin kuat korelasinya, demikian
sebaliknya.
2. Jika KK bernilai
negatif maka variabel-variabel berkorelasi negatif. Semakin dekat nilai KK ke
-1 semakin kuat korelasinya, demikian sebaliknya.
3. Jika KK bernilai 0
maka variabel-variabel tidak menunjukkan korelasi.
4. Jika KK bernilai +1
atau -1 maka variabel-variabel menujukkan korelasi positif atau negatif yang sempurna.
Cara untuk menentukan keeratan hubungan atau
korelasi antarvariabel tersebut, berikut ini diberikan nilai-nilai dari KK
sebagai patokan. (Hasan, 1999)
1.
KK = 0,
tidak ada korelasi
2. 0 < KK ≤ 0,20, korelasi sangat
rendah/lemah sekali
3. 0,20 < KK ≤ 0,40,
korelasi rendah/lemah tapi pasti
4.
0,40 <
KK ≤ 0,70, korelasi yang cukup berarti
5.
0,70 <
KK ≤ 0,90, korelasi yang tinggi, kuat
6. 0,90 < KK ≤ 1,00,
korelasi sangat tinggi , kuat sekali, dapat diandalkan
7.
KK = 1,
korelasi sempurna.
2.8.3.2 Kegunaan
Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi mempunyai dua kegunaan.
Kegunaan koefisien korelasi tersebut adalah (Hasan, 1999)
1. Menentukan arah atau bentuk dan kekuatan hubungan
a.
Arah hubungan
positif (X Y
atau X Y ) atau negatif (X Y
atau
X
Y) atau tidak ada.
b. Kekuatan hubungan sempurna,
kuat, lemah, atau tidak ada.
2. Menentukan kovariasi,
yaitu bagaimana dua variabel random (X dan Y) bercampur.
Kovariasi dirumuskan (Hasan, 1999):
Kovarian = (SX) (SY) (KK)
Keterangan:
Sx =
simpang baku (standar deviasi) variabel X
Sy =
simpang baku (standar deviasi) variabel Y
KK =
koefisien korelasi
2.8.3.3 Jenis-Jenis
Koefisien Linier Sederhana
Jenis-jenis koefisien korelasi yang sering
digunakan adalah koefisien korelasi Pearson, koefisien korelasi Rank Spearman,
koefisien korelasi Kontingensi, dan koefisien penentu (KP). Selain jenis
koefisien korelasi yang telah disebutkan di atas, terdapat juga jenis koefisien
korelasi yang lain yaitu koefisien korelasi Rank Kendall dan koefisien korelasi
data berkelompok (Hasan, 1999).
1.
Koefisien
Korelasi Pearson
Koefisien korelasi Pearson adalah indeks atau angka yang digunakan
untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk
data interval atau rasio (Hasan, 1999).
Koefisien korelasi
Pearson dapat ditentukan dengan dua metode yaitu:
a.
Metode least square
Koefisien korelasi linier
dengan metode least square
dirumuskan:
b.
Metode product momen
Koefisien korelasi (r) dengan
metode product momen dirumuskan:
Keterangan:
r =
koefisien korelasi
x = deviasi rata-rata variabel X
=
X -
y = deviasi rata-rata variabel Y
= Y -
2.
Koefisien
Korelasi Rank Spearman
Koefisien korelasi Rank Spearman adalah indeks atau angka yang
digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya
berbentuk data ordinal (data bertingkat/data ranking). Koefisien korelasi Rank
Spearman dapat dirumuskan (Hasan, 1999):
Keterangan:
rs = koefisien korelasi Rank
Spearman
d = selisih dalam ranking
n = banyaknya pasangan rank
3.
Koefisien
Korelasi Rank Kendall
Koefisien korelasi Rank Kendall merupakan
pengembangan dari koefisien korelasi Rank Spearman. Disimbolkan dengan “τ” (tau).
Koefisien korelasi ini digunakan pada pasangan variabel atau data X dan Y dalam
hal ketidaksesuaian rank yaitu untuk mengukur ketidakteraturan. Koefisien korelasi Rank Kendall dirumuskan (Hasan, 1999):
4. Koefisien Korelasi
Bersyarat (Koefisien Kontingensi)
Koefisien korelasi bersyarat digunakan
untuk data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk
angka-angka tetapi berupa kategori-kategori, misalnya data yang berkategorikan
kurang, cukup, sangat cukup atau tinggi, menengah atau sedang, rendah, atau
gejala-gejala yang bersifat nominal (data nominal). Seperti halnya koefisien
korelasi data kuantitatif, koefisien korelasi bersyarat ini disimbolkan “C” dan
mempunyai interval nilai antara -1 dan 1 (-1 ≤ C ≤ 1). Koefisien
korelasi bersyarat dirumuskan (Hasan, 1999):
Keterangan:
χ2 = kai kuadrat
n =
jumlah semua frekuensi
C = koefisien korelasi
bersyarat
5.
Koefisien
Korelasi Data Berkelompok
Koefisien korelasi data berkelompok adalah
indeks angka-angka yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan
antarvariabel dalam distribusi bivariabel. Koefisien korelasi data berkelompok
dapat dihitung dengan menggunakan metode coding
dan metode simpangan baku (Hasan, 1999).
a.
Metode coding
Koefisien
korelasi data berkelompok dengan metode coding
dapat dirumuskan (Hasan, 1999):
b.
Metode
simpangan baku
Koefisien korelasi data berkelompok dengan
metode simpangan baku dirumuskan (Hasan, 1999):
6. Koefisien Penentu
(KP) atau Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien korelasi yang dikuadratkan akan
menjadi koefisien penentu (KP) atau koefisien determinan, artinya penyebab
perubahan pada variabel Y yang datang dari variabel X sebesar kuadrat koefisien
korelasinya. Koefisien penentu ini menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu
variabel (variabel X) terhadap naik/turunnya (variasi) nilai variabel lainnya
(variabel Y). Koefisien penentu dirumuskan (Hasan,
1999):
Keterangan:
KK = koefisien
korelasi
Jika koefisien
korelasinya adalah koefisien korelasi Pearson (r) maka koefisien penentunya
adalah (Hasan, 1999):
bentuk rumus,
koefisien penentu (KP) dituliskan:
2.8.4 Korelasi
Linier Berganda
Korelasi
linier sederhana merupakan alat ukur mengenai hubungan yang terjadi antara
variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas (X1, X2,
X3, ..., Xn). Korelasi linier berganda ini
mempunyai keeratan atau kuat tidaknya hubungan (kuat, lemah, atau tidak ada
hubungan sama sekali) antara variabel-variabel tersebut yang dapat diketahui.
Keeratan hubungan ini dinyatakan dengan istilah koefisien korelasi, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut (Hasan, 1999):
1.
Koefisien
Korelasi Linier Berganda
Koefisien korelasi linier berganda adalah
indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara tiga
variabel atau lebih. Koefisien korelasi linier berganda
untuk tiga variabel dirumuskan (Hasan, 1999):
Keterangan:
RY.12 = koefisien korelasi
linier tiga variabel
rY1
= koefisien korelasi
variabel Y dan X1
rY2
= koefisien korelasi
variabel Y dan X2
r12
= koefisien korelasi
variabel X1 dan X2
2. Koefisien Penentu
Berganda/Koefisien Determinasi Berganda
Jika koefisien korelasi berganda
dikuadratkan, diperoleh koefisien penentu berganda (KPB) atau koefisien
determinasi berganda (KDB). Koefisien penentu ini digunakan untuk mengukur
besarnya sumbangan dari beberapa variabel (X1, X2, X3,
..., Xn) terhadap naik turunnya (variasi) variabel Y (Hasan,
1999).
Jika Y = a + b1X1 +
b2X2 maka KP mengukur besarnya sumbangan X1
dan X2 terhadap naik turunnya Y (Hasan, 1999).
Jika KP dikalikan dengan 100% maka
diperoleh persentase sumbangan X1 dan X2 terhadap naik
turunnnya (variasi) Y (Hasan, 1999).
3.
Korelasi
Linier Parsial
Berhubungan erat dengan dengan koefisien
korelasi linier berganda adalah koefisien korelasi parsial. Dimaksudkan
koefisien korelasi antara sebagian dari sejumlah variabel apabila hubungan
dengan sebagian variabel lainnya dianggap tetap. Jelaslah bahwa akibatnya akan
banyak koefisien korelasi parsial yang dapat dihitung.
Variabel-variabel Y, X1, dan X2 misalnya dapat ditentukan koefisien korelasi
parsial antara Y dan X1 dengan menganggap X2 tetap,
dinyatakan dengan ry12 dan koefisien korelasi parsial antara Y dan X2
apabila X1 dianggap tetap, dinyatakan ry21. Rumusnya
masing-masing adalah (Sudjana, 1989):
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Iqbal. 2001. Statistika 1dan Statistika 2. Edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Sopiah, 2008.Perilaku Organisasi. Edisi
Pertama. Yogyakarta: ANDI.
Sutalaksana, Iftikar Z. Teknik Tata Cara Sistem Kerja. Bandung :
Institut Teknologi Bandung. 2006.
Walpole, Ronald E. 1998. Pengantar Statistika. Edisi ketiga, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama.
digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-17095-Paperpdf.pdf