Rabu, 15 Oktober 2014

DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA , DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 DAN ANALISIS SIDANG PILKADA LANGSUNG

PEMBAHASAN DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA, DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 DAN ANALISIS SIDANG DPR MENGENAI PILKADA LANGSUNG


1.1              Dinamika Aktualisasi Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta serta ideologi bukanlah sebuah kata-kata yang sembarang, namun memiliki makna khusus untuk harus diaktualisasikan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Aktualisasi itu sendiri memiliki dua macam, yaitu yang pertama secara objektif dan subyektif. Aktualisasi secara obyektif yaitu aktualisasi pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif. Selain bidang tersebut, juga terdapat bidang ekonomi, politik, hukum dan terutama dalam penjabaran ke undang-undang, Garis-garis besar haluan Negara, hankam, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.
Aktualisasi pancasila secara subyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam setiap individu terutama dalam aspek-aspek moral dalam kaitan dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara dan terutama kalangan elit politik harus memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
Masing-masing kelima sila memiliki makna yang mendalam, sehingga esenti yang tercipta telah merasuk ke jiwa seluruh bangsa Indonesia.
1.      Ketuhanan Adalah Kesesuaian Dengan Hakikat Dan Sifat-Sifat Tuhan
Hakikat Tuhan itu sendiri sebenarnya sangat sulit untuk diketahui bahkan untuk wujudnya pun sangat susah untuk dilihat, namun meskipun kita tidak pernah melihat ataupun mengetahuinya, tetapi sifat-sifat Tuhan dapat lebih mudah untuk dipikirkan karena Tuhan mempunyai sifat yang tidak terbatas. Oleh karena itu kita sebagai manusia ciptaanya dan menjadi masyarakat Indonesia khususnya wajib bertaqwa kepada Tuhan YME serta menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
2.      Kemanusiaan Adalah Kesesuaian Dengan Hakikat Manusia
Kita mengetahui bahwa susunan kodrat manusia itu terdiri dari jiwa dan raga. Menurut sifat kodratnya, manusia merupakan kesatuan individu dan makhluk sosial atau disebut dengan monodualis sosial, ekonomi, politik, sehingga manusia tidak dapat hidup sendiri dan butuh bantuan dari manusia yang lain. Oleh karena itu sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama kita harus dapat saling menghargai satu sama lain, sehingga terciptanya suasana yang harmonis.
3.      Persatuan Adalah Kesesuaian Dengan Hakikat Satu
Kata satu yang memiliki makna persatuan Indonesia pada hakikatnya bahwa bangsa Indonesia yang berjumlah jutaan jiwa dan mempunyai adat istiadat, agama, kepercayaan, kebudayaan yang berbeda-beda itu merupakan satu kesatuan sehingga istilah bahasa yang sering digunakan yaitu “Bhineeka Tunggal Ika”
4.      Kerakyatan Adalah Kesesuaian Dengan Hakikat Rakyat
Masalah ini adalah rakyat saling bekerja sama untuk menggapai suatu tujuan. Lebih mementingkan kepentingan bersama dibandingkan dengan kepentingan individu, sehingga secara tidak langsung tercipta suasana saling bersama, saling bergotong royong dan saling lebih mengenal satu sama lain.
5.      Keadilan Adalah Kesesuaian Dengan Hakikat Adil
Keadilan yang sebenarnya sangat layak untuk diterima oleh selutuh bangsa Indonesia. Tidak membeda-bedakan ras mana yang paling hebat, suku mana yang paling kuat, mayoritas lebih berkuasa dari minoritas dan lain sebagainya. Sila kelima menuntut agar seluruh bangsa Indonesia mampu bersikap adil terhadap sesama tanpa membedakan status, harta dan lain-lain, sehingga diskriminasi dapat dihindarkan.

1.2              Dinamika Pelaksanaan UUD 1945
Undang-undang dasar 1945 yang berlaku di Indonesia dalam dua kurun waktu, yaitu yang pertama pada saat ditetapkannya oleh PPKI pada tanggal 13 Oktober 1945 dengan berdasarkan peraturan pmerintah No. 2 tanggal 10 Oktober dan diberlakukan surat mulai 17 Agustus 1945 sampai dengan berlakuknya konstitusi RIS pada saat pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949. Kemudian kurun waktu yang kedua yaitu sejak diumumkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang. Masa ini juga terbagi dalam dua orde yaitu orde lama dan orde baru, dan masa era global. Kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 telah tercatat pengalaman gerak pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Dinamika pelaksanaan UUD 1945 ini mengalami beberapa masa setelah kemerdekaan, yaitu masa awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru dan masa era global.

1.2.1        Masa Awal Kemerdekaan
UUD 1945 sebagai dasar hukum tertulis dalam gerak pelaksanaannya pada kutun waktu 1945-1949, jelas tidak dilaksanakan dengan baik, karena bangsa Indonesia sedang dalam masa pencarobe, dan dalam usaha membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan. Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka pada saat itu berlaku tata hukum lama. Dan untuk mengganti seluruh tata hukum peninggalan kolonial dalam UUD 1945, pasal II aturan Peralihan menyatakan, “Segala badan negara dan perturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Penyimpangan konstitusional yang dapat dicatat dalam kurun waktu 1945-1949 dan yang pertama berubahnya fungsi komite nasional pusat dari pebantu presiden menjadi badan  yang diserahi kekuasaaan legislatif dan ikut menentukan garis-garis besar haluan negara berdasarkan maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Yang ekdua berdasarkan perubahan sistem kabinet presidential menjadi kabinet parlementer. Berdasarkan usul badan pekerja komite nasional pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945, yang kemudian dinuatakan oleh Presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, sestem kabinet presidensial berdasarkan UUD 1945 diganti dengan sistem kebinet parlementer.

1.2.1.1  Sistem Presidensial
Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu sistem dari negara manapun, akan tetapi terdapat suatu sistem khas bangsa Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari isi, baik Pembukaan, batang tubuh dan penjelasan maupun dari pembicaraan-pembicaraanpada waktu perencanaan, penetapan dan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah MPR. Presiden adalah kepala pemerintahan sehingga menurut  konstitusi ketatanegaraan ini, pemerintahannya adalah Presiden.
Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah Presiden dinamakan sistem presidensial, UUD 1945 mempergunakan sistem presidensial. Sistem ini berlangsung intuk pertama kalinya pada 18 Agustus sampai dengan 14 November 1945.

1.2.1.2  Penyimpangan UUD 1945
Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada Presiden agar sistem pertanggungjawaban mentri kepada parlemen dengan pertimbangan sebagai berikut.
1.    Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasalpun yang mewajibkan atau melarang mentri bertanggung jawab.
2.    Pertanggungjawaban kepada badan perwakilan rakyat itu adalah suatu jalan untuk memperlakukan kedaulatan rakyat.
Perkambangan parlementer pemerintah tidak berjalan sebagaimana diharapkan dalam Maklumat Penerintah 14 November 1945. Hal ini disebabkan keadaan oleh politik dalam negri dan keamanan negara, seperti terjadi penculikan Perdana Mentri Sultan Syahir tanggal 2 Oktober 1946, serangan umum Belanda terhadap RI tahun 1947, dan pemberontakan G 30/S PKI di Madiun. Keadaan politik ini memaksa Presiden mengambil alih kekuasaan menjadi sistem pemerintahan presidensial.

1.2.2        Masa Orde Lama
Pada bulan September  dan Desember 1955, diadakan pemilihan umum masing-masing memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante. Tugas Konstituante adalah untuk membuat suatu Rancangan Undang-Undang Dasar sebagai penganti UUDS 1950, yang menurut pasal 134 akan ditetapkan secepatnua bersama-sama dengan Pemerintah.
Untuk mengambil keputusa mengenai Undang-Undang Dasar, maka Pasal 137 UUDS 1950 menyatakan sebagai berikut.
a.         Untuk mengambil putusan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar Baru, maka sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Konstituante harus hadir.
b.        Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekuang-kurangnya 2.3 dari jumlah anggota yang hadir.
c.         Rancangan yang telah diterima oleh Konstituante, dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan olah Pemerintah.
d.        Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera, serta mengumumkan Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.
Saran untk kembali kepada UUD 1945 itu pada hakukatnya dapat diterima oleh para anggota Konstituate, namun dengan berbagai pancangan. Pertama, menerima saran kembali kepada UUD 1945 secara UTUH, dan yang kedua menghendaki kembalinya kata “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluk.
Dalam masa orde lama, Presiden aelaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif bersama-sma dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya. Presiden mengeluaekan produk legislatif yang pada hakikatnya adalah undang-undang dlam bentuk penetapan Pesiden tanpa persetujuan DPR. Terdapat pula penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara lain:
a.         MPR dengan ketetapan No. I/MPRS/1960 telah mengambil putusan menetapkan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang lebih dikenal dengan manifesto politik Rpublik Indonesia.
b.        MPRS telah mngambil putusan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 yang menetapkan masa jabatan Presiden lima tahun.
c.         Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan rancangan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
d.        Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan mentri-mentri negara, sedangkan Presiden sendiri menjadi anggota DPA, yang semuanya tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Penyimpangan ini jelas bukan saka mengabaikan tidak berjalannya sistem yang ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan juga telah mengakibatkan membutuknya keadaan politik dan keemasa serta terjadinya kemerosotan ekonomi yang mencapai digagalkan melalui kekuatan-kekuatan yang melahirkan pemerintahaan orde baru.

1.2.3        Masa Orde Baru
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, PKI telah dua kali mengkhianati negara, bangsa dan dasar negara. Atas dasar itu, rakyat menghendaku dan menuntut dibubarkannya PKI, namun pimpinan negara waktu itu tidak mau mendengarkan dan tidak mau memenuhi tuntutan rakyat, sehingga timbul situasi poliik yang memanas.
Dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa, rakyat menyampaikan tri tuntutan rakyat (Tritura), yaitu sebagai berikut:
a.         Bubarkan PKI.
b.        Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI.
c.         Turunkan harga-harga.
Gerakan memperjuangkan tritura ini makin hari makin meningkat, sehingga pemerintah semakin terdesak. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letnan Jendral TNI Soeharto (Mentri Penglima Angkatan Darat). Lahirnya surat perintah sebelas maret (Supersemar) ini dianggap sebagai lahirnya pemerintahan orde baru. Orde baru lahi dengan tekad awalnua adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyatrakat, bangsa, dan negara Indonesia atas dasar pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Lahirnya Supersemar telah membubarkan PKI dan ormas-ormasnya dan mengadakan koreksi terhadap penuimpangan, sehingga pemerintah dengan knstitusional, yaitu melalui sidang MPRS yang telah menhasilkan berikut:
a.         Pengukuhan Supersemar.
b.        Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
c.         Penegasan Kembali Landasan Kebijakan Politik Luar Negri.
d.        Pembaharuan Kebijakan Landasan Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan.
e.         Pancabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dar Presiden Soekarno.
f.         Pengangkatan Soehato sebagai Presiden sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

1.2.4        Masa Era Globalisasi
Laica Marzuki (1999) berpendapat bahwa dalam menuju Indonesia baru yang demokratis, UUD 1945 perlu diamandemen, dengan pertimbangan :
a.         UUD 1945 adalah sementara, sebagaimana tatkala PPKI mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam rapatnya tertanggal 18 Agustus 1945.
b.        UUD 1945 menumbuhkan figur Presiden yang diktatorial, hal ini terlihat dalam Pasal 7 yang dapat digunakan oleh Soehart untuk memegangi jabatan Presiden selama 32 tahun.
c.         Mahkamah Agung perlu diperbrkali hak menguji undang-undang, dengan kedudukan Presiden yang kuat dalam sistem pemerintahan presidensial.
Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedaulatan rakyat berdasarka UUD 1945, salah satu aspirasi yang terkandung didalan semangat Reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal globalisasi MPR telah mengeluarkan seperangkat ketetapan secara landasan konstitusionalnya, yaitu sebagai berkut.
a.         Pencabutan ketetapan MPR tentang Referandum.
b.        Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
c.         Pernyataan hak asasi manusia.
d.        Pencabutan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 dan penetapan tentang penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
e.         Perubahan Pertama UUD 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999.
f.         Perubahan kedua UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000.
g.        Sumber Hukum dan tata Urutan Perundang-Udangan.
h.        Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tanggal 1 – 10 November 2001.
i.          Perubahan Keempat (trakhir) UUD 1945 pada tanggal 1 – 11 Agustus 2002.
Dengan pengesahan Perubahan UUD 1945, MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi sebagai suatu langkah demoktasi dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 mejadi konstitusi yang demokratis, sesuai dengan semangat zaman yang mewadahi dinamika perkambangan zaman.

1.3              Analisis Sidang DPR Mengenai Pilkada Langsung
Sidang Paripurna DPR pada bulan September kemarin mambahas mengenai Undang-Undang Pilkada dengan pemimpin daerah dipilih secara langsung oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah ini mendapatkan dukungan dari beberapa partai politik dengan 226 anggota DRP RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.  
Hal tersebut sangat disayangkan bahkan sangat memalukan karena sidang tersebut ricuh dan sangat tidak konsudif. Wakil rakyat bersikap tidak memiliki kewibawaan layaknya seorang pemimpin yang seharusnya memiliki intelektual, karena Pemimpin seharusnya dapat memberkan contoh yang baik kepada rakyatnya sesuai dengan norma yang berlaku. Keputusan ini menyebabkan banyak pihak bahwan sebagian bangsa Indonesia kecewa, sehingga masalah ini masih mencari cara untuk menolak atau mengagalkan ke Mahkamah Konstitusi.
Pemikiran yang dewasa dan luas harus dimiliki oleh setiap pemimpin, tidak hanya memikirkan diri sendiri, tidak hanya uang saja yang dipikirkan. Jabatan menjadi sasuatu hal yang harus dapat dipertanggung jawabkan dan diamanatkan, bukan disalah gunakan sehingga lupa kepada tanggung jawab. Gajih sudah cukup besar, namun masih banyak yang melakukan tindakan yang melanggar hukum. Seharusnya, meskipun adanya perbedaan pendapat antara keputusan pilkada langsung dan tidak langsung lebih baik dipikirkan secara matang dan demokratis, demi kepentingan bersama dan untuk kepentingan seluruh Bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar