Rabu, 22 Oktober 2014

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

PEMBAHASAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT



1.1              Pengertian Filsafat
Secara etimologi, filsafat merupakan istilah atau kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Philosophia. Kata tersebut terdiri dari dua kata yaitu philo, philos, philein yang mempunyai arti cinta/pecinta dan shopia yang berarti kebijakan kearifan.
Berfilsafat berarti berfikir sedalam-dalamnya terhadap sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Secara garis besar, filsafat adalah suatu ilmu yang peling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaan dan cinta akan kebijakan.
Kata ini pertama kali digunakan oleh Phytagoras pada tahun 582-496 SM. Dia merupakan seorang ahli pilir dan pelopor matematika yang menganggap bahwa pengertuan filsafat sebagaimana yang diketahui sekaran gini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri.
Dalam kehidupan manusia, terdapat 3 hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu:
1.        Keheranan, sebagainama filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki.
2.        Keasingaan, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan menuntun pada kesadaran.
3.        Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadar bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan teretbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.

1.2              Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat dapat berupa jati diri bangsa Indonesia sebagai konteksnya, misal pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.

1.        Pancasila sebagai Jati diri bangsa Indonesia
Pancasila pada hakikatnya merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsut-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai Pancasila sudah ada dan hidup sejak zaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila diungkapkan dan dirumuskan dari sumber nilai utamanya yaitu:
a.       Nlai-nilai yang bersifat fundamental, unicersal, mutlak dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci.
b.      Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya mastarakat.
2.        Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian dari sistem itu sebdiri yaitu suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling kerjasama untuk sati tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
3.        Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu keratuan peradaban, dalam arti setiap sila meruapakan unsur dari kesatuan Pancasila. Ileh karena itu, Pancasila meruapak suatu ksatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri senrdiri, terlepas dari saila-sila lainnya. Disamping itu, diantara sila satu dengan yang lain tidak saling bertentangan.
4.        Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarki Dan Berbentuk Piramidal
Hirarki dan Poramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sidarnya dari sila-sila sebelumnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu: Tuhan, Manusia, satu, Rakyat, Adil. Oleh karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat bangsa Indonesia. Dengan demikianlah sila pertama adalah sifat dan keadaan negra harus sesuai dengan hakikat Tuhan: sila dedua bersifat dan keadaan negera harus sesuai dengan hakikat manusia, sila keriga sifat dan keadaan negara harus satu, sila keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat, dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakiat adil.
5.        Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan Saling Mengkualifikasi.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkis Piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal tersebut dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasikan oleh keempai sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut: “SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA ADALAH BERKEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, BERPERSATUAN INDONESIA, BERKERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKITAN DAN BERKEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.

1.3       Dasar-Dasar Ilmiah Pancasila Sebagai Suatu Kesatuan Sistematis Dan Logis
Filsafat Pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Dengan demikian, filsafar Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melaikan bagi manusia pada umumnya.
1.        Aspek Ontologis
Ontologi menurut Runes, merupakan teori tentang adanya keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Kesimpulannya ontologi merupakan bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada, sumber yang ada, jenis ada, dan hakikat ada, termaksud ada alam, manusia, metafisika dan kesemertaan atau kosmologi.
2.        Aspek Epistemologi
Epistemologi merupakan bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan pemikiran membentuk budaya, sebagaimana manusi mengerahui bahwa ia tahu atau mengerahui bahwa sesuatu itu pengetrahuan menjadi pentelidikan epistemologi. Dalam hal ini, terdapat tiga hal yang menjadi fokus Pancasila dalam dasar epistemology.
a.       Pertama, Pancasila adalah sumber pengrtahuan, yang dimana sumber pengetahuan ini berasal dari bangsa Indonsia sendiri yang memiliki nilai-nilai adat, kebudayaan dan religious.
b.      Kedua, mengenai susunan Pancasila sebagai sistem pengerahuan yakni isi Pancasila yang bersifat unversal atau dapat diterjemakan menjadi esensi Pancasila yang dapat dijadikan tolak ukur dalam bernegara dan sumber tertib hukum.
c.       Ketiga, pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. Pancasila mengakui kebenaran yang diperoleh manusia berdsarkan rasa, akal, dan kehendak dan juga bersumner dari isi rohani seseorang selain Pancasila juga mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia dan juga kebenaran berdasarkan intuisi dan alat indra dan segala bentuk penggunaan fisik dan mental serta jasmani dan rohani yang ada pada diri manusia.
3.        Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaatm oikiran dan ilmu/teori. Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki:
a.       Tingkah laku moral, yang berwujud etika.
b.      Ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan.
c.       Sosio politik yang berwufud ideologi.
Dengan demikian, aksiologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai, dan hakikat nilai, termaksud estetika, etika, ketuhanan dan agama.
1.4       Pangetahuan Sistem Filsafat Pancasila dan Perbandingan Dengan Filsafat Lainnya
Filsafat Pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan bahwa budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mandasar dan menyeluruh. Adapun perbandingan Filsafat Pancasila dengan Filsafat lainnya yaitu sebagai berikut:
1.        Filsafat Komunisme
Filsafat ini tidak mementingkan adanya hal-hal ketuhanan. Semua hal diatur oeh satu kelompok yang paling berkuasa. Dalam filsafat ini, semua kebebasan dihapuskan. Semua hal diatur oleh penguasa tunggal sehingga sumber dari segala sumber hukum yang berlaku tidak berasal dari suara rakyat, namun dari penguasa tunggal yang ada dimana filsafat komunis itu berada.
2.        Filsafat Liberalisme
Dalam hal ini, semua hal tidak memiliki batasan, sehingga memungkinkan adanya benturan-benturan dalam masyarakat. Tidak ada yang mengatur tentang penanggulangan benturan-benturan tersebut,. masyarakat hanya akan menegur bila merasa teranggu oleh orang lain, namun apabila tidak merasa terganggumaka mereka cenderung untuk bersikap masa bodoh.
3.        Filsafat Individualisme
Filsafat ini lebih cenderung lebih kekehidupan masing-masing orang dimana antara orang yang saru dengan orang yang lain tidak mempunya ikatan sosial atau dengan kata lain, mereka berdiri masing-masing. Tidak terdapat kebersamaan, persatuan atau tujuan bersama.

1.5              Pengertian Sistem dan Unsur-Unsur Sistem Pancasila
Keseluruhan arti filsafat meliputi berbagai masalah yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam yakni sebagai berikut:
1.        Filsafat sebagai Produk yang mencakup pengertian:
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf dari zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau system filsafat tertentu misalnya: nasionalisme, rasionalisme, hedonisme dan lain sebagainya.
2.        Filsafat sebagai suatu jenis Masalah yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang bersumber pada akal manusia.

Filsafat merupakan suatu kumpulan paham yang tidak hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagai suatu sistem nilai namun lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metode tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar